BELUM TENGAH MALAM
By
Unknown
NASKAH DRAMA
0
komentar
BELUM TENGAH MALAM
Karya : Syaiful Affair
BAHKAN KETIKA SANDIWARA INI BARU DI MULAI, PENERANGAN DI ATAS PANGGUNG SEBAIKNYA DI ATUR SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA CAHAYA YANG DI DAPAT NANTINYA BISA MENGESANKAN HANYA AKIBAT DARI NYALA LAMPU MINYAK SAJA.
PANGGUNG MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANGAN DALAM DARI SEBUAH RUMAH YANG SANGAT SEDERHANA. SEBUAH TEMPAT TIDUR, SEBUAH MEJA DAN BEBERAPA BUAH KURSI YANG KELIHATAN SUDAH TUA. BEBERAPA PERALATAN RUMAH LAINNYA YANG SAMA TUANYA JUGA TAMPAK DI SANA. JUSTERU DI SAAT LAMPU PANGGUNG BELUM LAGI MENYALA SEMPURNA, DUA ORANG SUDAH KELIHATAN DI SANA. HANYA BUNYI DETAK JARUM JAM SEBAGAI LATAR BELAKANG SUARA YANG ADA, SEBELUM AKHIRNYA DI PECAHKAN OLEH BUNYI KETUKAN PINTU YANG TERDENGAR SESEKALI. SEBUAH JAM DINDING TUA TAMPAK BURAM KARENA SEDIKIT KEBAGIAN CAHAYA.
SUASANA MALAM TAPI BELUM TERLALU TENGGELAM.
HANUM (Cemas)
Mungkin sekarang kita?
TAJI
Ya.
HANUM
Yakin?
TAJI
Fikiranku ke sana.
HANUM
Barangkali saja....
TAJI
Apa?
HANUM
Barangkali saja ada menurut mereka?
TAJI
Mereka?
(HERAN)
kamu bilang mereka?!
HANUM
Kenapa?
TAJI
Kok tahu kalau yang di luar itu mereka?
HANUM
Mereka atau pun cuma sendirian kan sama saja?
TAJI
Kalau cuma sendirian mungkin aku masih bisa mengatasi. Tapi kalau yang di luar itu mereka, aku tidak yakin. Beda kan?
HANUM
Aku juga tidak yakin yang di luar itu mereka atau cuma sendirian? Aku tadi cuma menduga-duga saja. Soalnya berani benar dalam suasana seperti sekarang ini mau masuk ke rumah orang kalau cuma sendirian?
TAJI
Mungkin saja sudah punya persiapan, Atau barangkali saja sambil menunggu teman-temannya yang belum datang, sementara dia sendirian menteror lebih dulu dengan mengetuk-ngetuk pintu rumah kita seperti ini. Bisa saja kan?
HANUM
Kenapa kita?
TAJI
Sekarang orang sudah tidak bisa lagi membedakan mana orang kaya atau bukan, iya kan? Sekarang bahkan banyak orang-orang kaya yang berpura-pura miskin. Dan juga sebaliknya. Maka sekarang giliran kita yang di kira berpura-pura. Mungkin saja kan?
SEMENTARA MEREKA MASIH BERDIALOG, SUARA KETUKAN PINTU RUMAH MEREKA KEMBALI TERDENGAR. HANUM KELIHATAN MAKIN GELISAH. SEMENTARA TAJI BINGUNG TIDAK TAHU APA YANG HARUS DI LAKUKAN.
HANUM
Tapi tidak dengan kita. Mereka seharusnya tahu itu. Tidak mungkin orang tidak tahu kalau kita ini miskin? Tanpa kita harus umumkan ke semua orang, seharusnya semua orang tahu! Cuma orang tolol saja yang tidak tahu!
(AGAK KESAL TAPI MASIH KELIHATAN GELISAH)
TAJI
Sudah, biar aku bukakan saja pintunya!
HANUM (Cepat)
Jangan, Pak! Bagaimana kalau memang sekarang ini giliran kita?
TAJI
Loh?! Tadi kan kamu bilang semua orang sudah tahu kalau kita ini bukan orang kaya?
HANUM
Tadi itu aku hanya menduga-duga saja kalau semua orang sudah tahu.
TAJI
Loh?!
HANUM
Bapak sendiri juga tadi ikut menduga-duga, kan?
TAJI
Sudah aku bukakan saja...
(HENDAK MENERUSKAN NIATNYA)
HANUM (Cepat)
Kalau benar mereka mau merampok kita, bagaimana?
TAJI (Ragu)
Mungkin cuma mau bertamu saja, ini?
HANUM
Kok tengah malam begini?
TAJI
Belum.
HANUM
Tapi jangan. Tidak usah saja.
TAJI
Jadi diam saja begini? Tidak melakukan apa-apa? (Kesal)
HANUM
Dari tadi kita belum tanyakan apa maunya?
TAJI (Sadar)
Biar aku tanyakan.
(Kepada Yang Mengetuk Pintu)
Ya...? Siapa?? Mau apa? Ada perlu apa?
TIDAK ADA JAWABAN APA PUN. JUSTERU YANG MAKIN JELAS TERDENGAR ADALAH BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM.
HANUM (Tetap Dengan Gelisah)
Pasti sudah. Tidak bermaksud baik ini!
TAJI (Mulai Kesal Lalu Kembali Bicara Dengan Yang Mengetuk Pintu)
Hooyy..! Yang diluar! Jangan cuma mengetuk pintu saja! Jawab dulu, apa maunya? Ada perlu apa? Mencari siapa? Kalau tidak ada yang penting, pergi sana! Jangan mengganggu orang malam-malam begini! Apa tidak bisa besok saja mengetuk pintunya? Ketuk saja lagi besok, kami tidak keberatan! Asal jangan malam-malam seperti ini! Tidak sopan mengetuk pintu rumah orang malam-malam begini! Sudah, kembali saja besok pagi!
KEMBALI TIDAK ADA JAWABAN DARI YANG DI AJAK BICARA TADI. JUSTERU BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM YANG KEMBALI MAKIN JELAS TERDENGAR.
HANUM
Bagaimana ini, Pak? Aku mulai takut sekarang....
TAJI
Jangan bikin aku panik, Bu.
HANUM
Kok aku yang di salahkan Bapak sekarang?
TAJI
Siapa yang menyalahkan?
HANUM
Siapa?
TAJI
Tidak.
HANUM
Tadi?
TAJI
Aku cuma panik tadi.
HANUM
Kok Bapak yang panik? Aku...!
TAJI
Sejak tadi aku sudah lebih dulu, cuma aku tidak mau bilang sama kamu.
HANUM
Salah Bapak sendiri.
TAJI
Loh, kok kamu menyalahkan aku, sekarang?
HANUM
Siapa yang menyalahkan?
TAJI
Siapa?
HANUM
Tidak.
TAJI
Tadi?
HANUM
Aku cuma....
(TERTAHAN KARENA KEMBALI TERDENGAR SUARA PINTU DI KETUK ORANG. KALI INI LEBIH LAMA TEMPO KETUKANNYA)
TAJI (Diam. Hanya Matanya Saja Yang Bicara)
HANUM (Diam. Menutup Kedua Telinganya)
TAJI (Kepada Hanum, Tapi Masih Kelihatan Ragu-Ragu)
Ambilkan senjata, sana!
HANUM (Tidak Yakin)
Pak?!
TAJI
Sudah, cepat!
HANUM (Takut)
Apa?
TAJI
Yang bisa buat melindungi diri.
HANUM (Bingung, Bicara Sambil Beranjak)
Pisau?
TAJI
Kok pisau? Golok!
HANUM
Tidak punya.
TAJI (Heran)
Golok?
HANUM (Mengulangi)
Ya, tidak punya...
TAJI
Kapak kalau begitu!
HANUM
Pisau.
TAJI
Kok pisau? Kapak!
HANUM
Tidak punya.
TAJI (Heran)
Kapak?
HANUM (Mengulangi)
Ya, tidak punya...
TAJI
Kalau begitu, linggis!
HANUM
Pisau.
TAJI
Kok pisau? Linggis!
HANUM
Tidak punya.
TAJI (Heran)
Linggis?
HANUM (Mengulangi)
Ya, tidak punya...
TAJI
Jadi?
HANUM
Pisau.
TAJI (Heran)
Cuma pisau?
HANUM
Itu pun aku tidak yakin sudah tumpul apa tidak? Bapak sendiri kan sudah lama tidak lagi suka mengasah pisau? Ya, kan?
TAJI (Mengingat)
Seingatku waktu mau memotong dua ekor ayam milik kita yang kurus-kurus itu...
HANUM
Itu tiga puluh dua tahun yang lalu. Seingatku justeru waktu kita masih mampu membeli dua ikat kangkung. Dan Bapak menangis waktu itu, melihat aku hanya memotong kangkung, karena tidak punya lagi bahan makanan yang bisa aku potong-potong dengan pisau itu.Ya, tinggal pisau itu saja yang masih bisa kita miliki, karena waktu Bapak mau menjualnya dulu tidak ada orang yang mau membeli? Siapa yang mau membeli pisau dapur tua yang sudah tipis? Tidak ada.
Dan pisau itu juga yang hampir saja membunuh kita? Bapak ingat waktu kita putus asa dulu karena tidak lagi punya apa-apa dan tidak bisa lagi membeli apa-apa, bahkan hanya untuk seikat kangkung? Pisau itu juga yang hampir kita gunakan untuk bunuh diri? Untung waktu itu kita bingung siapa yang akan menggunakannya lebih dulu? Karena tidak kita temukan kata sepakat maka sampai hari ini niat bunuh diri itu masih kita tunda.
TAJI
Tapi seingatku waktu dua ekor ayam kurus itu ....
HANUM (Cepat-Memotong)
Itu tiga puluh dua tahun yang lalu.... Bahkan waktu itu pun ayamnya tidak jadi kita potong tapi kita jual, dan uangnya kita gunakan untuk membayar hutang-hutang kita. Sedangkan kita sendiri kembali hanya makan kangkung dari sisa uang menjual dua ekor ayam dan membayar hutang-hutang kita itu.
TAJI
Kalau begitu belum tiga puluh dua tahun yang lalu?
HANUM
Sudah. Yang tadi aku ceritakan itu bukan tentang kangkung hasil menjual ayam-ayam itu, tapi cerita kangkung yang lain?
TAJI
Cerita kita yang lain.
HANUM
Cerita kangkung kita yang lain.
SUASANA DIAM, HANYA BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM YANG MAKIN JELAS TERDENGAR, UNTUK KEMUDIAN KEMBALI DI PECAHKAN OLEH SUARA KETUKAN PINTU OLEH ORANG YANG DI LUAR.
KALI INI KETUKANNYA SUDAH BISA DI BILANG BUKAN LAGI KETUKAN TAPI SUDAH MENJADI GEDORAN!
TAJI (Kepada Hanum)
Cepat goloknya!
HANUM (Cepat)
Pisau.
TAJI
Kapak!
HANUM
Pisau.
TAJI
Linggis!
HANUM
Pisau.
TAJI
Pisau!
HANUM CEPAT BERGERAK. KELIHATAN IA LALU MENCARI-CARI DI BALIK TUMPUKKAN BARANG-BARANG YANG ADA DI SITU, MAKIN LAMA MAKIN TIDAK LAGI SEPERTI MENCARI TAPI SUDAH TAMPAK SEPERTI MEMBONGKAR-BONGKAR/MENGACAK-ACAK.
GERAKANNYA MAKIN LAMA MAKIN CEPAT. DAN BERTAMBAH CEPAT LAGI DENGAN TIBA-TIBA SETIAP KALI GEDORAN PINTU TERDENGAR DARI LUAR.
TAJI (Kepada Hanum)
Jangan hiraukan!
(Panik Tapi Tidak Mau Memperlihatkannya Kepada Hanum)
Jangan panik! Terus cari!
(Terganggu Dengan Suara Gedoran Pintu Tapi Tidak Mau Memperlihatkannya Kepada Hanum)
Cuma suara gedoran pintu. Bukan apa-apa! Teruskan! Cari!
(Mengambil Kursi Lalu Di Halangkan Di Balik Pintu Bicara Sendiri)
Kalau cuma sendirian, cukup dengan ini!
(Kepada Hanum Yang Masih Sibuk Membongkar-Bongkar)
Sudah aku halangi. Tidak usah panik, teruskan saja cari.
BUNYI SUARA GEDORAN PINTU TERUS TERDENGAR. KALAU MUNGKIN KURSI YANG DI PAKAI UNTUK PENGHALANG PINTU DAPAT DI LIHAT PENONTON BERGERAK-GERAK SETIAP KALI GEDORAN PINTU TERJADI.
TAJI TAMPAK TERUS MEMBERI DORONGAN KEPADA HANUM UNTUK MENCARI, TAPI DIA SENDIRI KELIHATAN LEBIH PANIK DARI HANUM TAPI TIDAK BERUSAHA MEMBANTU UNTUK MENCARI. SUARA GEDORAN SEMAKIN SERING TERDENGAR. HINGGA AKHIRNYA HANUM MENEMUKAN PISAU YANG DI CARINYA. CEPAT HANUM MEMBERIKAN PISAU ITU KEPADA TAJI. LAMPU CEPAT BERUBAH WARNA BERSAMAAN DENGAN DI TERIMANYA PISAU OLEH TAJI. SUASANA PUN CEPAT BERUBAH LAIN. TIDAK ADA YANG BICARA. CUMA MATA MEREKA. SUASANA DIAM HANYA BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM YANG TERDENGAR JELAS.
PAUSE. SAMPAI AKHIRNYA SEMUA ITU DI PECAHKAN OLEH SUARA HANUM.
HANUM
Apa betul perlu, itu?
(MENUNJUK PISAU DI TANGAN TAJI)
TAJI (Matanya Menatap Pisau Di Tangan)
Aku tidak menyangka kalau sekarang jadi begini penting dan di butuhkan. Padahal sudah lama kita lupakan benda ini. Bagaimana bisa masih kau simpan pisau ini?
HANUM
Tidak laku di jual.
TAJI
Buang.
HANUM
Sudah dulu.
TAJI
Lalu?
HANUM
Aku ambil kembali.
TAJI
Kenapa?
HANUM
Karena aku tidak mau kita tidak punya pisau.
TAJI
Tapi kita sudah buktikan kita bisa tidak punya pisau?
HANUM
Tidak malam ini.
SUARA GEDORAN PINTU KEMBALI TERDENGAR. LAMPU BERUBAH CEPAT KEMBALI. MEREKA MAKIN TEGANG.
TAJI
Aku kira sekarang saatnya!
HANUM (Tampak Sekali Khawatir)
Tapi aku masih kurang yakin?
TAJI (Menguatkan Diri)
Aku tidak!
HANUM
Kejadian yang di alami Pak Arif dulu itu, apa masih ingat?
TAJI
Siapa?
HANUM
Tetangga empat rumah dari tempat kita ini. Yang di sebelah kiri.
TAJI
Dia tidak seperti kita.
HANUM
Memang dia tidak miskin seperti kita, tapi cerita orang-orang di luar sana tentang peristiwa Pak Arif itu sangat mirip dengan apa yang sedang kita alami malam ini. Pada malam kejadian itu, isterinya bilang Pak Arif juga memegang pisau di tangannya.
TAJI
Kalau begitu sekarang ini aku sedang melakukan tindakan yang tepat!
HANUM
Belum tahu.
TAJI (Memperlihatkan Kepada Hanum)
Tapi pisau ini?!
HANUM
Pagi hari setelah malam kejadian itu orang-orang menemukan Pak Arif juga dengan pisau. Tapi pisau miliknya itu sudah tertancap di dadanya sendiri.
TAJI
Pisau yang baik dan bagus tentunya?
(MENARIK NAFAS)
HANUM
Bukan soal lagi baginya pisau itu baik dan bagus atau tidak kalau sudah seperti itu.
TAJI
Tapi Pak Arif itu orang kaya. Tentunya ada alasan buat perampok itu membunuhnya? Begitu juga sebaliknya.
HANUM
Merampok, ya merampok.
TAJI
Selalu ada alasannya.
HANUM
Kita tidak kaya seperti Pak Arif.
TAJI
Itu! - itu bisa di jadikan alasan buat merampok kita!
HANUM (Tidak Mengerti)
Kita tidak kaya seperti Pak Arif?
TAJI
Karena kita miskin. Mungkin itu yang di jadikan alasan untuk merampok kita malam ini? Bisa saja kita sudah di anggap menghambat atau merusak nafsu dan kegemarannya merampok?
(Diam)
Tanpa kita sadari selama ini, ternyata kemiskinan kita sudah mengganggu mereka.
HANUM
Tapi selama ini tetangga-tetangga kita yang tidak miskin seperti kita mereka tidak pernah protes kepada kita?
TAJI
Tidak mau. Mereka tidak akan membuang-buang energi percuma. Karena mereka tahu kita tidak akan mampu pergi dari kemiskinan ini.
HANUM (Menduga)
Kalau begitu? Selama ini tetangga-tetangga kita itu....?
TAJI (Meneruskan Fikiran Hanum)
Sekarang saja, malam ini tidak satu pun dari mereka yang mau keluar rumah buat perduli sama kita. Mereka sebenarnya sudah lama terganggu dengan kemiskinan kita ini.
HANUM (Berfikir. Agak Berprasangka)
Mereka semua itu? Jadi....?
TAJI (Yakin)
Sekongkol sudah dengan perampok yang di luar itu. Mereka sengaja membiarkan bahkan mungkin membayar perampok itu buat melenyapkan kita!
HANUM
Tetapi tetangga kita yang di sebelah kanan depan sana, dia komandan polisi?
TAJI
Jarang ada di situ. Itu cuma rumah wanita simpanannya.
HANUM
Tapi dia pernah menolong kita.
TAJI
Waktu itu dia cuma menolong dirinya sendiri.
HANUM
Dia Polisi.
(TERDENGAR LEBIH DI TEKAN MENGUCAPKANNYA)
TAJI
Dia cuma maling berseragam Polisi.
HANUM
Lalu Pak Darmat? Bagaimana? Dia Kiai.
TAJI
Kalau pergi ke masjid tidak pernah mau lewat jalan di depan rumah kita.
HANUM
Tapi apa mungkin? Pak Darmat itu Kiai juga Haji.
TAJI
Kiai Haji itu manusia juga.
HANUM
W i r y o!
TAJI
Cuma jagoan kampung!
HANUM
Tapi apa salah kita?
TAJI
Miskin!
HANUM
Bukan salah kita kalau tidak kaya seperti mereka. Lagi pula apa salah kita kepada mereka kalau kita miskin?
Kenapa mereka harus merasa terganggu dengan kemiskinan kita? Lagi pula apa salahnya kalau kita miskin? Aku saja tidak pernah merasa terganggu dengan ketidak miskinan mereka? Memang aku pernah merasa iri kepada mereka, tapi itu dulu. Dan itu cuma sekedar iri? Setiap orang kan punya hak untuk merasa iri.
TAJI
Tidak dengan kita.
HANUM
Jadi orang miskin sekarang tidak punya hak lagi untuk merasa iri?
TAJI
Kita sudah terlalu miskin.
HANUM
Itu juga bukan hak kita?
TAJI (Lebih Kepada Dirinya Sendiri)
Sekarang ini jadi orang miskin sangat berbahaya!
HANUM
Aku takut, Pak.
TAJI
Kita sendirian sekarang.
UNTUK BEBERAPA SAAT MEREKA SIBUK DENGAN FIKIRANNYA MASING-MASING. HANUM TAMPAK MULAI MENANGIS. SEMENTARA TAJI KELIHATAN MAKIN BINGUNG. SAMPAI SUARA GEDORAN PINTU KEMBALI TERDENGAR. SUASANA JADI SEMAKIN TEGANG. LAMPU BERUBAH-UBAH WARNA KADANG MENGESANKAN TAJI YANG MARAH, KADANG MENGESANKAN TAJI YANG BINGUNG. GEDORAN PINTU SEMAKIN KERAS DAN SERING. HANUM TAMPAK TERSIKSA SETIAP KALI SUARA GEDORAN PINTU TERDENGAR.
HANUM (Menutup Telinganya)
Aku takut sendirian, Pak.
TAJI
Kita terlalu miskin sekarang.
HANUM (Menutup Telinganya)
Aku takut terlalu miskin, Pak.
TAJI (Mengarahkan Pisau Ke Arah Pintu)
Kita tidak punya hak sekarang.
HANUM (Menutup Telinganya)
Aku takut tidak punya hak. Pak.
TAJI (Mengarahkan Pisau Ke Arah Pintu)
Kita mau di lenyapkan sekarang.
HANUM (Menutup Telinganya)
Aku tidak mau di lenyapkan, Pak.
SUARA GEDORAN PINTU SEMAKIN KASAR. TAJI HENDAK BERGERAK MAJU DARI TEMPATNYA SEMULA.
TAJI
Kita harus lawan ini!
HANUM (Cepat- Mencegah)
Pak Arif juga melawan waktu itu.
TAJI (Tertahan)
Kata orang?
HANUM
Isterinya yang bilang.
TAJI (Lebih Kepada Dirinya Sendiri)
Tapi, Pak Arif lebih tua dari aku.
HANUM
Waktu kejadian malam itu, umur Pak Arif sama dengan umur Bapak sekarang.
TAJI MENGGESER MEJA YANG ADA DI RUANGAN ITU LALU DI HADANGKAN KE BALIK PINTU. SEKARANG SUDAH ADA KURSI DAN MEJA YANG DI JADIKAN PENGHALANG PINTU RUMAH. HANUM KELIHATAN SEMAKIN TERSIKSA. TANGANNYA SESEKALI DI LEPASKAN DARI TELINGANYA, TAPI KEMUDIAN DI TEMPELKAN KEMBALI MENUTUP TELINGANYA SETIAP KALI DIA SADAR AKAN ADA SUARA GEDORAN PINTU. TAJI TAMPAK SEMAKIN BINGUNG, UNTUK KEMUDIAN KELIHATAN DIA BERUSAHA MEMUNCULKAN KEBERANIAN DARI DALAM DIRINYA, TAPI APA YANG DI HARAPKANNYA ITU TETAP DIA RASAKAN TIDAK ADA. GEDORAN PINTU SEMAKIN KERAS. TAJI MEMAKSAKAN KAKINYA AGAR MELANGKAH MAJU SEDIKIT LEBIH DEKAT DENGAN PINTU. KELIHATAN DIA BERJUANG KERAS UNTUK MELAKUKANNYA. HANUM MEMPERHATIKAN PERJUANGAN TAJI, JUGA DENGAN TANGAN YANG MAKIN KERAS DAN RAPAT MENUTUP TELINGANYA.
TAJI (Dengan Nafas Tertahan)
Biar aku lihat lewat jendela.
HANUM (Naik Ke Atas Tempat Tidur)
Jangan terlalu dekat!
TAJI (Setelah Beberapa Saat)
Aneh? Tiba-tiba pemandangan di luar sana jadi asing buatku?
HANUM
Bagaimana?
TAJI
Kau lupa memasang lampu?
HANUM
Tidak pernah.
TAJI
Gelap diluar.
HANUM
Sudah lama sekali aku tidak pernah lagi memasang lampu di situ.
TAJI
Seharusnya kau pasang lampu sebelum gelap tadi.
HANUM
Tidak ada lagi lampu untuk di pasang di situ.
TAJI
Aku tidak bisa melihat apa-apa yang ada di luar sana.
HANUM
Perampok itu?
TAJI
Tanah saja tidak bisa aku lihat.
HANUM
Bayangannya barangkali? Dapat?
TAJI
Cuma gelap.
HANUM
Biasanya bulan ada di sana kalau sudah malam begini?
TAJI
Tidak malam ini.
HANUM
Biasanya dia letakan sedikit cahayanya di situ. Seperti tahu kalau aku sudah tidak pernah lagi memasang lampu. Tapi malam ini kenapa dia? Apa bulan juga sekarang sudah merasa terganggu dengan kemiskinan kita? Ini tidak adil! Tidak benar! Tidak benar!
TAJI
Cuma itu hak kita sekarang.
HANUM
Ketidak adilan?
TAJI
Selama ini tidak kita sadari ternyata?
HANUM
Kita sudah terbiasa menerimanya, itu soalnya.
TAJI (Melihat Kepada Hanum Dengan Iba)
Kamu benar. Kita sudah terlalu lama menempati kemiskinan dan ketidak adilan.
HANUM (Menatap Taji Dengan Haru Lalu Menangis)
Sudah. Jangan di teruskan. Aku tetap mencintaimu, Pak....
TAJI
Aku bukan suami yang baik. Bukan pada tempat yang menyengsarakan seharusnya kamu berada selama ini.
HANUM (Masih Menangis)
Sudah, Pak.... Jangan di teruskan, sudah. Bapak sudah memberikan banyak buatku. Bahkan sekarang aku sudah tidak tahu lagi apa itu kesengsaraan.
TAJI
Kamu terlalu lama sudah, Bu.
HANUM (Makin Haru. Menangis)
Tidak, Pak. Tidak ada yang terlalu lama. Bukan kesalahan bapak...
TAJI (Sebelum Memalingkan Wajahnya)
Maafkan aku, Bu.
UNTUK BEBERAPA SAAT KEMBALI MEREKA TIDAK BERKATA-KATA. CUMA SUARA ISAK TANGIS HANUM DAN BUNYI DETAK JARUM JAM YANG TERDENGAR DI RUANGAN ITU. TANPA DI SADARI SUASANA INI MEMBAWA TAJI TERDUDUK DI KURSI DENGAN KEPALA TERTUNDUK KE LANTAI. HANUM BERGERAK PERLAHAN MENDEKATI TAJI LALU MEMELUKNYA DARI BELAKANG. TAJI HANYA MENATAP KOSONG KE ARAH PENONTON. AIR MATANYA MEMAKSA KELUAR.
HANUM (Tahu Ada Air Mata Yang Mau Keluar )
Biarkan, Pak.
TAJI (Matanya Kepada Penonton)
Aku tidak akan menangis.
HANUM (Menghibur)
Pak Arif juga menangis pada malam kejadian itu.
TAJI (Matanya Kepada PenonTON)
Lelaki tidak menangis.
HANUM (Menghibur)
Isterinya yang bilang.
TAJI (Matanya Kepada Penonton)
Tidak dengan aku. Tidak akan.
HANUM (Menghibur)
Aku tahu.
UNTUK BEBERAPA SAAT MEREKA DIAM, TAPI ADA AIR MATA PADA TAJI.
TAJI (Berbalik Menatap Hanum)
Sudah berapa lama kita menikah?
HANUM
Lama.
TAJI
Sudah selama itu? Jadi kalau benar sekarang? Segalanya selesai sudah malam ini. Itu artinya tidak ada yang akan mengingat kita.
HANUM (Menghibur Lagi)
Tidak, Pak. Orang-orang sampai tadi sore masih mengingat Pak Arif.
TAJI (Kembali Matanya Kepada Penonton)
Tidak dengan aku.
HANUM (Menghibur)
Mereka pasti akan ingat.
TAJI (Matanya Kepada Penonton)
Selamanya tidak akan ada. Tidak akan ada.
HANUM (Menghibur)
Isterinya Pak Arif bilang ....
TAJI (Cepat- Memotong)
Pak Arif dan Isterinya punya tiga anak. Ada nama Arif di belakang nama mereka.
HANUM (Tersentak. Diam. Sebelum Akhirnya Kembali Menangis Lalu Bergerak Menjauhi Taji Kembali Ke Tempatnya Semula)
Selamanya tidak akan ada. Tidak akan ada....
TAJI (Lebih Kepada Dirinya Sendiri)
Orang-orang itu? Orang-orang lain itu? Mereka tidak mungkin mau repot-repot mengingat kita. Orang seperti kita memang tidak pantas untuk di ingat. Apa lagi oleh orang-orang itu. Mereka sudah terbiasa untuk tidak melihat orang seperti kita. Buat mereka semua yang pantas untuk di lupakan ada pada orang seperti kita. Tidak ada sedikit pun tempat di kepala mereka untuk mengingat kita. Bahkan mungkin tadi pagi pun mereka sudah tidak ingat lagi siapa kita?
HANUM
Sudah lebih dari tiga puluh tahun ini memang, tidak ada lagi tetangga yang menegur kita. Kalau kita coba menegur mereka lebih dulu, mereka cepat-cepat mencari cara seolah-olah kita tidak sedang ada di dekat mereka. Padahal seharusnya mereka melihat kita. Paling tidak kepada Bapak?
TAJI (Jauh)
Mereka belum ada waktu itu.
HANUM
Orang-orang tua mereka? Ibu-ibu mereka? Ayah-ayah mereka? Nenek mereka? Kakek mereka? Negeri mereka?
TAJI
Negeri ini tidak berhutang apa pun kepadaku.
HANUM
Tapi Bapak di sana waktu Negeri ini ....
TAJI (Cepat- Memotong)
Aku ikhlas.
HANUM
Bahkan bintang jasa seperti mereka yang lain-lain terima itu pun Bapak tidak dapat. Padahal Bapak yang paling pantas di bandingkan mereka semua itu? Kenapa justeru Bapak yang di lupakan?
TAJI
Negeri ini sudah di lumpuhkan mereka.
HANUM
Negeri ini tidak. Tapi kita.
TAJI
Negeri ini di paksa untuk tidak menerima kita.
HANUM
Tapi di luar negeri ini kita masih di kenal.
TAJI
Karena sering di jual.
HANUM
Tapi kita masih hidup?
TAJI
Tidak bagi mereka.
HANUM
Kejam!
TAJI
Kita sudah lama mati buat mereka.
HANUM
Tidak punya hati!
TAJI
Sudah lama mati.
HANUM
Tidak punya perasaan!
TAJI
Sudah lama mati.
HANUM
Tidak punya moral!
TAJI
Sudah. Jangan memaki.
HANUM
Mereka bukan manusia!
TAJI
Kita yang bukan manusia.
HANUM
Apa susahnya untuk punya hati, punya perasaan, dan moral? Kita saja yang miskin bisa memiliki itu? Mereka kaya!
TAJI
Tidak bisa menjaganya.
HANUM
Aku tidak mau jadi mereka.
TAJI
Jangan.
HANUM
Tapi aku juga tidak mau di jual?
TAJI
Mereka bisa melakukan apa saja pada kita.
HANUM
Kenapa harus kita? Kenapa bukan yang lain?
TAJI
Kita inilah yang lain.
HANUM
Tidak. Masih banyak yang lain.
TAJI
Kita ini yang masih banyak itu.
HANUM
Ternyata mereka yang miskin selama ini? Itu sebabnya mereka tidak mampu memilikinya.
TAJI
Kasihan mereka.
HANUM (Setelah Diam Sesaat. Ikhlas)
Aku maafkan mereka.
TAJI
Kasihan mereka. Tidak tahu bagaimana seharusnya berperasaan.
HANUM (Ikhlas)
Aku maafkan mereka.
TAJI
Kasihan mereka. Tidak tahu bagaimana seharusnya berhati.
HANUM (Ikhlas)
Aku maafkan mereka.
TAJI
Kasihan mereka. Tidak tahu bagaimana seharusnya bermoral.
HANUM (Ikhlas)
Aku maafkan mereka.
TAJI
Kasihan mereka. Aku maafkan mereka.
SUASANA DIAM SESAAT. TIDAK ADA SUARA LAIN KECUALI BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM. TAJI MEMANDANGI PISAU YANG ADA DI TANGANNYA. LAMPU BERUBAH WARNA KEMBALI, CAHAYA MENGESANKAN HANYA AKIBAT DARI NYALA LAMPU MINYAK SAJA.
HANUM (Meminta Pisau Yang Di Pegang Taji)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI (Setelah Memberikan Pisau Kepada Hanum)
Kalau terjadi sesuatu padaku....
HANUM (Cepat. Memotong)
Tidak akan terjadi sesuatu apa padamu.
TAJI (Memberi Pengertian)
Demi keselamatanmu, sebaiknya....
HANUM (Cepat- Memotong)
Tidak. Aku tetap di sini bersamamu, Pak.
TAJI (Memohon Pengertian)
Bu?
HANUM
Aku membantahmu, Pak.
TAJI (Menatap Dalam. Dengan Sabar)
Aku suami mu.
HANUM (Dengan Hati)
Kau suami ku.
TAJI (Tersenyum)
HANUM (Tersenyum)
HANUM MELETAKKAN PISAU. UNTUK SEMENTARA MEREKA BERDUA SEPERTI MENEMUKAN KEMBALI SESUATU MILIK MEREKA YANG LAMA HILANG. TAJI MENGHAMPIRI HANUM LEBIH DEKAT. SENYUM MEREKA KELIHATAN MAKIN IKHLAS. MEREKA MASING-MASING SEPERTI TERSADAR KALAU DULU MEREKA MEMANG TELAH MENGAMBIL KEPUTUSAN YANG TEPAT. KEMBALI TIDAK ADA SUARA, CUMA HATI MEREKA. BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM SEPERTI MEMBAWA MEREKA MUNDUR KE MASA YANG LAIN.
HANUM (Tersipu)
Aku malu....
TAJI (Menempelkan Tangan Hanum Di Dadanya)
Masih aku simpan sampai sekarang.
HANUM (Malu)
Kau nakal.
TAJI (Menggoda)
Kau masih belum tahu apa-apa waktu itu.
HANUM (Malu- Mencubit Pinggang Taji)
Dasar lelaki brengsek
TAJI (Menggoda)
Aku tahu kau berusaha menutupi perasaanmu malam itu.
HANUM (Malu-Manja)
Kau permainkan aku! Mestinya aku tolak malam itu.
TAJI (Senyum)
Setelah malam itu, aku tahu kau tidak bisa lagi jauh dari aku.
HANUM (Tersenyum. Semakin Malu)
Jangan sombong. Tidak ada yang bilang begitu.
TAJI (Menggoda)
Kalau tidak karena sinar matahari yang mengganggu kita lewat jendela kamarmu waktu itu, belum tentu kau minta aku pergi waktu itu.
HANUM (Malu)
Lelaki memang tidak bisa menyimpan rahasia.
TAJI
Kenapa kau biarkan aku malam itu?
HANUM (Cemberut- Manja)
Kau lupa sudah merayu aku?
TAJI (Menggoda)
Bukan.
HANUM
Kau pandai membujuk aku.
TAJI (Menggoda)
Bukan.
HANUM
Aku masih belum tahu apa-apa waktu itu. Tadi kau yang bilang?
TAJI (Menggoda)
Bukan.
HANUM (Menyerah)
Sudah, sudah. Jangan menggoda aku terus. Kau sendiri tahu kenapa.
TAJI TAMPAK TERSENYUM. HANUM MAKIN MALU DI BUATNYA. PADA MATA MEREKA NAMPAK ADA PERISTIWA. LAMPU PENTAS KEMBALI BERUBAH WARNA. MEREKA MENIKMATI BULAN MADU YANG TIBA-TIBA LEWAT TIDAK TERDUGA MALAM INI.
BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM JELAS MAKIN TERDENGAR. SAMPAI TAJI MENANYAKAN PADA HANUM HAL YANG LAIN.
TAJI
Kenapa kau teruskan? Orang tua mu menolak aku.
HANUM
Aku tidak menolak mu.
TAJI
Tapi mereka membuang mu akhirnya.
HANUM
Tidak. Aku yang pergi.
TAJI
Mereka tidak mau lagi kau ada di sana.
HANUM (Menekan Tangannya Ke Dada Taji)
Tempat ku disini.
TAJI (Tersenyum)
Kau tahu aku mencintai mu.
HANUM (Menyandarkan Kepalanya Ke Dada Taji Lalu Bicara Perlahan Memberi Tahu)
Aku tahu kau takdir ku.
TAJI (Tersenyum Ikhlas)
Aku tahu kau takdir ku.
HANUM
Tidak pernah aku sesali keputusan yang aku ambil dulu.
TAJI (Mengingatkan Lagi)
Kau masih belum tahu apa-apa waktu itu.
HANUM
Tidak. Aku tahu waktu itu. Aku berikan pada lelaki yang tepat malam itu.
TAJI
Kau jatuhkan keputusanmu kepadaku waktu itu.
HANUM (Membalas-Senyum)
Aku sudah tahu apa-apa waktu itu.
TAJI
Aku kangen.
HANUM
Tidak perlu. Kita selalu ada di sana setiap waktu.
TAJI
Jangan pernah selain aku.
HANUM
Cuma kau yang ada di sana sepanjang waktu.
TAJI
Kita di sana sepanjang waktu.
HANUM (Meyakinkan Taji)
Tidak akan mau aku di sana kalau tidak kau.
TAJI
Sudah aku dapatkan anugerah terbesarku dari Yang Kuasa.
HANUM
Aku syukuri selamanya.
GEDORAN PINTU TIBA-TIBA TERJADI LAGI. HANUM DAN TAJI TERSADAR KEMBALI. CEPAT HANUM MENUTUP TELINGA DENGAN TANGANNYA. TAJI REFLEK MENGAMBIL LAGI PISAU YANG TADI DI LETAKAN HANUM. SUASANA CEPAT BERUBAH LAGI. LAMPU PENTAS WARNA LAIN.
TAJI (Lebih Yakin Dari Sebelumnya)
Betul, mereka semua ini. Tidak aku sangka rapih sekali.
HANUM (Mengerti)
Kau sudah di paksa dulu! Di penjarakan tidak dengan pengadilan. Lalu apa lagi sekarang?
TAJI
Tidak berani mereka pergi dari mencurigai ku.
HANUM
Kau sudah di korbankan.
TAJI
Pengkhianat itu di mana-mana sama saja.
HANUM
Belum lagi di pulihkan yang dulu itu.
TAJI (Tersenyum Sinis)
Dengan seorang tua saja mereka takut.
HANUM (Takut)
Kau sudah maafkan mereka. Ingat Pak...
SUASANA DIAM SESAAT. KOSONG. HANYA MATA MEREKA YANG BICARA KEMBALI. TAPI KALI INI JAUH MELEWATI FIKIRAN MEREKA MASING-MASING. SAMPAI KEMUDIAN DI PECAHKAN OLEH SUARA TAJI.
TAJI (Memandangi Pisau Di Tangannya Lalu Kembali Kepada Fikiran Yang Tadi-Tersenyum)
Masih tajam rupanya.
HANUM (Takut)
Sudah lama kau tidak mengasahnya....
TAJI (Kepada Dirinya)
Yang tajam tidak akan pernah tumpul.
HANUM (Takut)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI (Kepada Dirinya)
Seharusnya memang terus aku gunakan.
HANUM (Takut)
Biar aku simpankan kembali.
HANUM MENATAP TAJI. SEMENTARA TAJI KAKU MENGHADAPI PINTU. BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM KEMBALI TERDENGAR, MULA-MULA JAUH UNTUK KEMUDIAN MAKIN LAMA TERDENGAR JELAS.
BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM ITU SEPERTI BATANG-BATANG JARUM YANG BERJATUHAN DARI ATAS MENUSUK-NUSUK KEPALA MEREKA. HANUM KELIHATAN BERUSAHA MENAHAN KE TERSIKSAANNYA. TAJI MASIH TETAP BERDIRI KAKU MENGHADAPI PINTU. TAPI KALI INI JUSTERU TAJI YANG KELIHATAN LEBIH TERSIKSA. TANGAN TAJI YANG MENGGENGGAM PISAU TAMPAK MULAI GEMETAR. TAJI MULAI BASAH OLEH KERINGAT. EKSPRESINYA LAIN.
TAJI
Sudah selesai diam ku sekarang.
HANUM (Takut)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI
Kita tidak boleh di rampok lagi.
HANUM (Takut)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI
Mereka yang harus bayar sekarang. Aku sudah cukup sabar. Harus aku ambil hak aku sekarang. Biar mereka tahu siapa yang pengkhianat? Siapa yang mereka lawan seharusnya? Mereka harus tahu diri, siapa yang menjadikan mereka seperti sekarang? Kalau saja mereka sadar? Mereka tidak tahu apa-apa selama ini. Mereka fikir siapa aku? Tidak tahu sopan-santun! Karena aku mengikuti perintah tugas ku dulu lalu selamanya aku di anggap berbahaya? Aku tidak pernah berniat jadi tukang teriak-teriak untuk menyeret yang lain. Aku bukan pelacur pengecut! Aku masih tetap pada sumpah ku. Kalau aku mau sudah dari dulu aku bongkar semua! Sekarang mereka mau mulai lagi. Baik. Aku layani! Selamanya aku bukan yang mereka kira selama ini. Kalau aku diam selama ini juga karena permintaan mereka. Tetapi tetap saja mereka gelisah, itu di tunjukan dengan tindakan mereka selama ini. Selalu saja mereka tutupi kerakusan mereka dengan mengungkit-ungkit masa lalu aku. Tahu apa mereka semua? Tahu apa perakus-perakus itu? Benar-benar tidak punya moral! Gerombolan para bajingan pelahap yang haram! Generasi durhaka...!
TAJI KELIHATAN KELELAHAN. SEMENTARA WAKTU TAJI BICARA PANJANG TADI, HANUM BOLAK-BALIK MEMERIKSA JENDELA YANG ADA DI DALAM RUANGAN APAKAH MASIH ADA YANG TIDAK TERTUTUP RAPAT. HANUM KELIHATAN BERUSAHA MEYAKINKAN DIRINYA SENDIRI BAHWA TIDAK ADA ORANG LAIN YANG MENDENGAR TAJI BICARA PANJANG TADI.
HANUM KEMUDIAN TAMPAK MENGAMBIL SELEMBAR HANDUK LALU MENGELAP KERINGAT LEHER DAN TUBUH TAJI YANG KELELAHAN. SEMENTARA TAJI MASIH TETAP MENGGENGGAM PISAUNYA.
LAMPU PENTAS TIDAK BERUBAH WARNA.
HANUM
Biar aku simpankan kembali.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara)
HANUM (Khawatir-Mengingatkan)
Kita sudah buktikan kita bisa tidak punya pisau.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara)
HANUM (Khawatir-Mengingatkan)
Aku juga sudah memaafkan mereka.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara)
HANUM (Khawatir-Mengingatkan)
Kasihan mereka.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara)
HANUM (Khawatir-Mengingatkan)
Aku sudah tidak iri lagi.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara, Tapi Agak Menatap HaNUM)
HANUM (Sabar)
Ya. Aku mengerti.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara, Tapi Agak Menatap HanUM)
HANUM (Sabar)
Tidak. Kita bukan seperti yang mereka tuduhkan.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara, Tapi Agak Menatap Hanum)
HANUM (Sabar)
Iya, iya... Mereka cuma menjalankan perintah. Seperti anak-anak kecil yang mendapatkan tugas dari guru sekolahnya.
TAJI (Bicara Tapi Tidak Terdengar Penonton)
HANUM (Membimbing Taji Duduk)
Tidak apa-apa, Pak. Kau memang pantas marah. Kau boleh marah kalau memang mau marah. Kau juga bisa diam seperti yang sudah kau perlihatkan selama ini kalau memang kau mau diam.
TAJI (Seperti Bicara Memotong)
HANUM
Ya? Bagaimana?
TAJI (Mengulang)
HANUM (Faham)
Oh.... begitu? Biarkan, Pak. Yang tertidur suatu saat pasti akan terjaga juga.
TAJI (Bicara. Tapi Suaranya Semakin Berat)
HANUM (Memberi Pengertian)
Tidak, Pak. Memang bukan kita yang bisa membangunkannya. Tapi waktulah yang pasti akan melakukannya.
TAJI (Membantah. Kelihatan Tidak Yakin-Curiga)
HANUM (Lebih Sabar)
Sang waktu tidak akan berfihak kepada siapa pun, Pak. Tidak juga kepada mereka. Jangan khawatir.
TAJI (Masih Tidak Yakin)
HANUM (Meneruskan)
Selama ini memang lambat sekali dia berputar kalau sedang bersama kita. Tapi dia masih tetap menghampiri kita. Paling tidak Itulah bukti kalau dia tidak pernah bisa di pengaruhi oleh mereka.
TAJI (Menanyakan Sesuatu Kepada Hanum)
HANUM (Tersenyum)
Tidak, Pak. Justeru aku memiliki segalanya yang kau berikan selama ini. Kita tidak semiskin seperti yang mereka kira? Kau tidak usah memikirkan soal itu. Aku tidak pernah merasa tersengsarakan selama ini bersama mu, Pak.
TAJI (Dengan Ekspresi Lain)
HANUM (Meyakinkan Taji)
Aku isterimu, Pak. Tuhan tahu ketika Dia berikan nafas kepadaku, itu untuk aku percayakan kepadamu. Dan kau sudah menjaganya dengan baik.
SENYUM PAHIT
TAJI (Kelihatan Sedikit Tenang)
HANUM
Kau suamiku.
UNTUK SEMENTARA HANUM BERHASIL MENENANGKAN TAJI. ATAU SEBALIKNYA JUSTERU HANUM BERHASIL MENENANGKAN DIRINYA SENDIRI. BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM KEMBALI TERDENGAR NORMAL. HANUM MEMBERIKAN AIR KEPADA TAJI.
TAJI MEMINUM AIR YANG DI BERIKAN HANUM DENGAN PISAU YANG MASIH TETAP TERGGENGGAM DI TANGANNYA. HANUM MEMANDANGINYA DENGAN IBA. MATA HANUM BERBICARA. KEMUDIAN HATINYA BERSUARA.
HANUM
Sekian lama aku menjaganya jangan sampai dia mengalami suasana hati seperti ini. Tapi malam ini tidak tahu kemana harus aku sembunyikan hatinya? Aku mencintainya, teramat sangat mencintainya. Malam ini tidak boleh ada yang mengambilnya. Siapapun saja. Apapun saja. Biarkan aku, biarkan aku....
(Diam Sesaat)
Dia masih tetap suamiku seperti yang dulu. Aku mau dia masih harus merayuku setiap malam sebelum hawa dingin akhirnya mengingatkan kami untuk segera tidur.
(Hanum Mulai Menangis)
Aku masih terus mau dia pandangi aku kalau tidak bisa memberikan uang belanja dapur kepada ku
(Diam)
Matanya.... tidak bisa aku tanpa matanya yang bicara setiap dia merasa iba kepada ku.
Tidak! Tidak apa pun yang boleh mengambilnya dari aku! Biarkan aku saja. Aku saja. Dia sudah pergi dulu. Dia di paksa pergi dulu. Sekarang dia tidak boleh pergi lagi.
Entah bagaimana dia tanpa aku? Tidak boleh lagi ada yang membawanya pergi sekarang. Tidak. Tidak juga dirinya sendiri. Biarkan aku saja. Aku saja. Dia sudah di buang oleh negeri ini. Negerinya sendiri. Negeri yang ikut dia bantu waktu lahir dulu. Sekarang kesombongan dan kebodohan bangsanya sendiri yang melumpuhkannya. Dia tidak bisa pergi kemana-mana sekarang. Dia memang cuma bisa pergi kepada ku.
(Meletakan Tangan Taji Ke Dadanya)
Tempatnya di sini.
TAJI (Tampak Pasrah. Pisau Di Tangannya Mulai Lemah Ia Genggam)
HANUM (Kepada Taji)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI (Membiarkan Pisau Di Ambil Hanum Dari Tangannya. Sekarang Pisau Ada Pada Tangan Hanum )
HANUM (Meraih Kepala Taji Lalu Di Dekapkan Ke Dadanya. Hanum Berusaha Menenteramkan Taji Lebih Lagi)
Suamiku. Kau suamiku. Selamanya.
TAJI (Tampak Seperti Menemukan Sesuatu. Damai)
HANUM (Masih Menangis)
Biarkan aku saja, aku saja....
GEDORAN PINTU TIBA-TIBA. SUARANYA LEBIH KERAS. MAKIN LAMA MAKIN BRUTAL. KALI INI SUARA GEDORAN MENGESANKAN LEBIH DARI SATU ORANG YANG MELAKUKANNYA.
PADA PERISTIWA INI SEBAIKNYA LAMPU DI ATUR TERBAGI DUA. HANYA MENYINARI KEPADA DUA TOKOH YANG SEDANG BERMAIN DAN YANG MENGARAH KE PINTU SAJA. SEMENTARA YANG MENERANGI BAGIAN PANGGUNG LAIN DI PADAMKAN.
SUASANA KEMBALI TEGANG. BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM MAKIN CEPAT TEMPONYA. KEMUDIAN SUARA KERETA LEWAT CEPAT. LALU SUARA LANGKAH-LANGKAH KAKI TERBURU-BURU. HANUM KELIHATAN BERJUANG KERAS MENENTERAMKAN TAJI SAMBIL TETAP MENDEKAPKAN KEPALA TAJI KE DADANYA. MEREKA TIDAK BERSUARA.
TAJI (Matanya Saja)
HANUM (Matanya Saja)
TAJI (Menatap Hanum-Kemudian Memejamkan Matanya)
HANUM (Menatap Taji-Melihat Ke Arah Pintu-Kemudian Kepada Penonton-Lalu Air Matanya Jatuh)
Dia suamiku. Biarkan aku saja. Aku saja....
LAMPU GELAP PADA TAJI DAN HANUM. UNTUK KEMUDIAN DI ATAS PANGGUNG HANYA PINTU YANG TERUS DI GEDOR-GEDOR DENGAN BRUTAL YANG MASIH BISA DI LIHAT OLEH PENONTON. SEMAKIN LAMA BERTAMBAH KASAR. SAMPAI LAMPU PERLAHAN MENYUSUT JADI REMANG. KEMUDIAN PINTU YANG DI GEDOR PUN AKHIRNYA TERDOBRAK JUGA- BERBARENGAN DENGAN PADAMNYA LAMPU PADA PINTU. PANGUNG GELAP SAMA SEKALI. CUMA BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM MEMENUHI RUANGAN. MAKIN LAMA TEMPONYA TERDENGAR SEMAKIN CEPAT. SAMPAI TIBA-TIBA HILANG MENDADAK. PANGGUNG SEPI. TIDAK SATU PUN BUNYI. TIDAK SATU PUN. TIDAK SATU. TIDAK.
SEBELUM LAMPU MENYALA KEMBALI SEBAIKNYA BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM TIDAK DI PERDENGARKAN TERLEBIH DAHULU.
PADA BAGIAN KE DUA SANDIWARA INI PENONTON AKAN MENDAPATKAN PANGGUNG YANG MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANGAN DALAM DARI SEBUAH RUMAH YANG SAMA YANG ADA PADA BAGIAN PERTAMA SANDIWARA INI. HANYA SAJA KONDISINYA YANG SUDAH BERUBAH SAMA SEKALI.
KETIKA LAMPU DI ATAS PANGGUNG PERLAHAN-LAHAN MULAI MENYALA KEMBALI, TAMPAK PINTU RUMAH YANG SUDAH TERGELETAK DI LANTAI PANGGUNG, JUGA KURSI DAN MEJA YANG SUDAH TIDAK LAGI BERATURAN BERADA PADA TEMPAT SEBELUMNYA.
TAJI SENDIRIAN REBAH DI LANTAI PANGGUNG DENGAN PISAU YANG BERDARAH TERGGENGGAM DI TANGANNYA.
SEMENTARA HANUM DUDUK DI SALAH SATU SUDUT PENTAS DI BAWAH TEMPAT TIDUR SAMBIL MEMELUK KEDUA LUTUTNYA YANG DI LIPAT KE ATAS DAN MENGGOYANG-GOYANGKAN BADANNYA KE DEPAN KE BELAKANG. BANYAK DARAH DI SEKITAR TAJI TAPI HANYA SEDIKIT PADA PAKAIAN HANUM.
BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM TERDENGAR MAKIN LAMA MAKIN MENDEKAT.
SUASANA PAGI TAPI BELUM TERLALU JADI.
HANUM (kosong. Bicara sendiri)
Selamanya tidak akan ada. Tidak akan ada....
Biasanya bulan meletakan sedikit cahayanya di sana ...
Gelap di luar. Belum tengah malam, belum tengah malam....
DI UCAPKAN BERULANG-ULANG. LAMPU PANGGUNG GELAP PERLAHAN.
BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM DI ANTARA DIALOG HANUM.
LALU GELAP SE ISI RUANGAN.
Karya : Syaiful Affair
BAGIAN PERTAMA
BAHKAN KETIKA SANDIWARA INI BARU DI MULAI, PENERANGAN DI ATAS PANGGUNG SEBAIKNYA DI ATUR SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA CAHAYA YANG DI DAPAT NANTINYA BISA MENGESANKAN HANYA AKIBAT DARI NYALA LAMPU MINYAK SAJA.
PANGGUNG MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANGAN DALAM DARI SEBUAH RUMAH YANG SANGAT SEDERHANA. SEBUAH TEMPAT TIDUR, SEBUAH MEJA DAN BEBERAPA BUAH KURSI YANG KELIHATAN SUDAH TUA. BEBERAPA PERALATAN RUMAH LAINNYA YANG SAMA TUANYA JUGA TAMPAK DI SANA. JUSTERU DI SAAT LAMPU PANGGUNG BELUM LAGI MENYALA SEMPURNA, DUA ORANG SUDAH KELIHATAN DI SANA. HANYA BUNYI DETAK JARUM JAM SEBAGAI LATAR BELAKANG SUARA YANG ADA, SEBELUM AKHIRNYA DI PECAHKAN OLEH BUNYI KETUKAN PINTU YANG TERDENGAR SESEKALI. SEBUAH JAM DINDING TUA TAMPAK BURAM KARENA SEDIKIT KEBAGIAN CAHAYA.
SUASANA MALAM TAPI BELUM TERLALU TENGGELAM.
HANUM (Cemas)
Mungkin sekarang kita?
TAJI
Ya.
HANUM
Yakin?
TAJI
Fikiranku ke sana.
HANUM
Barangkali saja....
TAJI
Apa?
HANUM
Barangkali saja ada menurut mereka?
TAJI
Mereka?
(HERAN)
kamu bilang mereka?!
HANUM
Kenapa?
TAJI
Kok tahu kalau yang di luar itu mereka?
HANUM
Mereka atau pun cuma sendirian kan sama saja?
TAJI
Kalau cuma sendirian mungkin aku masih bisa mengatasi. Tapi kalau yang di luar itu mereka, aku tidak yakin. Beda kan?
HANUM
Aku juga tidak yakin yang di luar itu mereka atau cuma sendirian? Aku tadi cuma menduga-duga saja. Soalnya berani benar dalam suasana seperti sekarang ini mau masuk ke rumah orang kalau cuma sendirian?
TAJI
Mungkin saja sudah punya persiapan, Atau barangkali saja sambil menunggu teman-temannya yang belum datang, sementara dia sendirian menteror lebih dulu dengan mengetuk-ngetuk pintu rumah kita seperti ini. Bisa saja kan?
HANUM
Kenapa kita?
TAJI
Sekarang orang sudah tidak bisa lagi membedakan mana orang kaya atau bukan, iya kan? Sekarang bahkan banyak orang-orang kaya yang berpura-pura miskin. Dan juga sebaliknya. Maka sekarang giliran kita yang di kira berpura-pura. Mungkin saja kan?
SEMENTARA MEREKA MASIH BERDIALOG, SUARA KETUKAN PINTU RUMAH MEREKA KEMBALI TERDENGAR. HANUM KELIHATAN MAKIN GELISAH. SEMENTARA TAJI BINGUNG TIDAK TAHU APA YANG HARUS DI LAKUKAN.
HANUM
Tapi tidak dengan kita. Mereka seharusnya tahu itu. Tidak mungkin orang tidak tahu kalau kita ini miskin? Tanpa kita harus umumkan ke semua orang, seharusnya semua orang tahu! Cuma orang tolol saja yang tidak tahu!
(AGAK KESAL TAPI MASIH KELIHATAN GELISAH)
TAJI
Sudah, biar aku bukakan saja pintunya!
HANUM (Cepat)
Jangan, Pak! Bagaimana kalau memang sekarang ini giliran kita?
TAJI
Loh?! Tadi kan kamu bilang semua orang sudah tahu kalau kita ini bukan orang kaya?
HANUM
Tadi itu aku hanya menduga-duga saja kalau semua orang sudah tahu.
TAJI
Loh?!
HANUM
Bapak sendiri juga tadi ikut menduga-duga, kan?
TAJI
Sudah aku bukakan saja...
(HENDAK MENERUSKAN NIATNYA)
HANUM (Cepat)
Kalau benar mereka mau merampok kita, bagaimana?
TAJI (Ragu)
Mungkin cuma mau bertamu saja, ini?
HANUM
Kok tengah malam begini?
TAJI
Belum.
HANUM
Tapi jangan. Tidak usah saja.
TAJI
Jadi diam saja begini? Tidak melakukan apa-apa? (Kesal)
HANUM
Dari tadi kita belum tanyakan apa maunya?
TAJI (Sadar)
Biar aku tanyakan.
(Kepada Yang Mengetuk Pintu)
Ya...? Siapa?? Mau apa? Ada perlu apa?
TIDAK ADA JAWABAN APA PUN. JUSTERU YANG MAKIN JELAS TERDENGAR ADALAH BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM.
HANUM (Tetap Dengan Gelisah)
Pasti sudah. Tidak bermaksud baik ini!
TAJI (Mulai Kesal Lalu Kembali Bicara Dengan Yang Mengetuk Pintu)
Hooyy..! Yang diluar! Jangan cuma mengetuk pintu saja! Jawab dulu, apa maunya? Ada perlu apa? Mencari siapa? Kalau tidak ada yang penting, pergi sana! Jangan mengganggu orang malam-malam begini! Apa tidak bisa besok saja mengetuk pintunya? Ketuk saja lagi besok, kami tidak keberatan! Asal jangan malam-malam seperti ini! Tidak sopan mengetuk pintu rumah orang malam-malam begini! Sudah, kembali saja besok pagi!
KEMBALI TIDAK ADA JAWABAN DARI YANG DI AJAK BICARA TADI. JUSTERU BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM YANG KEMBALI MAKIN JELAS TERDENGAR.
HANUM
Bagaimana ini, Pak? Aku mulai takut sekarang....
TAJI
Jangan bikin aku panik, Bu.
HANUM
Kok aku yang di salahkan Bapak sekarang?
TAJI
Siapa yang menyalahkan?
HANUM
Siapa?
TAJI
Tidak.
HANUM
Tadi?
TAJI
Aku cuma panik tadi.
HANUM
Kok Bapak yang panik? Aku...!
TAJI
Sejak tadi aku sudah lebih dulu, cuma aku tidak mau bilang sama kamu.
HANUM
Salah Bapak sendiri.
TAJI
Loh, kok kamu menyalahkan aku, sekarang?
HANUM
Siapa yang menyalahkan?
TAJI
Siapa?
HANUM
Tidak.
TAJI
Tadi?
HANUM
Aku cuma....
(TERTAHAN KARENA KEMBALI TERDENGAR SUARA PINTU DI KETUK ORANG. KALI INI LEBIH LAMA TEMPO KETUKANNYA)
TAJI (Diam. Hanya Matanya Saja Yang Bicara)
HANUM (Diam. Menutup Kedua Telinganya)
TAJI (Kepada Hanum, Tapi Masih Kelihatan Ragu-Ragu)
Ambilkan senjata, sana!
HANUM (Tidak Yakin)
Pak?!
TAJI
Sudah, cepat!
HANUM (Takut)
Apa?
TAJI
Yang bisa buat melindungi diri.
HANUM (Bingung, Bicara Sambil Beranjak)
Pisau?
TAJI
Kok pisau? Golok!
HANUM
Tidak punya.
TAJI (Heran)
Golok?
HANUM (Mengulangi)
Ya, tidak punya...
TAJI
Kapak kalau begitu!
HANUM
Pisau.
TAJI
Kok pisau? Kapak!
HANUM
Tidak punya.
TAJI (Heran)
Kapak?
HANUM (Mengulangi)
Ya, tidak punya...
TAJI
Kalau begitu, linggis!
HANUM
Pisau.
TAJI
Kok pisau? Linggis!
HANUM
Tidak punya.
TAJI (Heran)
Linggis?
HANUM (Mengulangi)
Ya, tidak punya...
TAJI
Jadi?
HANUM
Pisau.
TAJI (Heran)
Cuma pisau?
HANUM
Itu pun aku tidak yakin sudah tumpul apa tidak? Bapak sendiri kan sudah lama tidak lagi suka mengasah pisau? Ya, kan?
TAJI (Mengingat)
Seingatku waktu mau memotong dua ekor ayam milik kita yang kurus-kurus itu...
HANUM
Itu tiga puluh dua tahun yang lalu. Seingatku justeru waktu kita masih mampu membeli dua ikat kangkung. Dan Bapak menangis waktu itu, melihat aku hanya memotong kangkung, karena tidak punya lagi bahan makanan yang bisa aku potong-potong dengan pisau itu.Ya, tinggal pisau itu saja yang masih bisa kita miliki, karena waktu Bapak mau menjualnya dulu tidak ada orang yang mau membeli? Siapa yang mau membeli pisau dapur tua yang sudah tipis? Tidak ada.
Dan pisau itu juga yang hampir saja membunuh kita? Bapak ingat waktu kita putus asa dulu karena tidak lagi punya apa-apa dan tidak bisa lagi membeli apa-apa, bahkan hanya untuk seikat kangkung? Pisau itu juga yang hampir kita gunakan untuk bunuh diri? Untung waktu itu kita bingung siapa yang akan menggunakannya lebih dulu? Karena tidak kita temukan kata sepakat maka sampai hari ini niat bunuh diri itu masih kita tunda.
TAJI
Tapi seingatku waktu dua ekor ayam kurus itu ....
HANUM (Cepat-Memotong)
Itu tiga puluh dua tahun yang lalu.... Bahkan waktu itu pun ayamnya tidak jadi kita potong tapi kita jual, dan uangnya kita gunakan untuk membayar hutang-hutang kita. Sedangkan kita sendiri kembali hanya makan kangkung dari sisa uang menjual dua ekor ayam dan membayar hutang-hutang kita itu.
TAJI
Kalau begitu belum tiga puluh dua tahun yang lalu?
HANUM
Sudah. Yang tadi aku ceritakan itu bukan tentang kangkung hasil menjual ayam-ayam itu, tapi cerita kangkung yang lain?
TAJI
Cerita kita yang lain.
HANUM
Cerita kangkung kita yang lain.
SUASANA DIAM, HANYA BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM YANG MAKIN JELAS TERDENGAR, UNTUK KEMUDIAN KEMBALI DI PECAHKAN OLEH SUARA KETUKAN PINTU OLEH ORANG YANG DI LUAR.
KALI INI KETUKANNYA SUDAH BISA DI BILANG BUKAN LAGI KETUKAN TAPI SUDAH MENJADI GEDORAN!
TAJI (Kepada Hanum)
Cepat goloknya!
HANUM (Cepat)
Pisau.
TAJI
Kapak!
HANUM
Pisau.
TAJI
Linggis!
HANUM
Pisau.
TAJI
Pisau!
HANUM CEPAT BERGERAK. KELIHATAN IA LALU MENCARI-CARI DI BALIK TUMPUKKAN BARANG-BARANG YANG ADA DI SITU, MAKIN LAMA MAKIN TIDAK LAGI SEPERTI MENCARI TAPI SUDAH TAMPAK SEPERTI MEMBONGKAR-BONGKAR/MENGACAK-ACAK.
GERAKANNYA MAKIN LAMA MAKIN CEPAT. DAN BERTAMBAH CEPAT LAGI DENGAN TIBA-TIBA SETIAP KALI GEDORAN PINTU TERDENGAR DARI LUAR.
TAJI (Kepada Hanum)
Jangan hiraukan!
(Panik Tapi Tidak Mau Memperlihatkannya Kepada Hanum)
Jangan panik! Terus cari!
(Terganggu Dengan Suara Gedoran Pintu Tapi Tidak Mau Memperlihatkannya Kepada Hanum)
Cuma suara gedoran pintu. Bukan apa-apa! Teruskan! Cari!
(Mengambil Kursi Lalu Di Halangkan Di Balik Pintu Bicara Sendiri)
Kalau cuma sendirian, cukup dengan ini!
(Kepada Hanum Yang Masih Sibuk Membongkar-Bongkar)
Sudah aku halangi. Tidak usah panik, teruskan saja cari.
BUNYI SUARA GEDORAN PINTU TERUS TERDENGAR. KALAU MUNGKIN KURSI YANG DI PAKAI UNTUK PENGHALANG PINTU DAPAT DI LIHAT PENONTON BERGERAK-GERAK SETIAP KALI GEDORAN PINTU TERJADI.
TAJI TAMPAK TERUS MEMBERI DORONGAN KEPADA HANUM UNTUK MENCARI, TAPI DIA SENDIRI KELIHATAN LEBIH PANIK DARI HANUM TAPI TIDAK BERUSAHA MEMBANTU UNTUK MENCARI. SUARA GEDORAN SEMAKIN SERING TERDENGAR. HINGGA AKHIRNYA HANUM MENEMUKAN PISAU YANG DI CARINYA. CEPAT HANUM MEMBERIKAN PISAU ITU KEPADA TAJI. LAMPU CEPAT BERUBAH WARNA BERSAMAAN DENGAN DI TERIMANYA PISAU OLEH TAJI. SUASANA PUN CEPAT BERUBAH LAIN. TIDAK ADA YANG BICARA. CUMA MATA MEREKA. SUASANA DIAM HANYA BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM YANG TERDENGAR JELAS.
PAUSE. SAMPAI AKHIRNYA SEMUA ITU DI PECAHKAN OLEH SUARA HANUM.
HANUM
Apa betul perlu, itu?
(MENUNJUK PISAU DI TANGAN TAJI)
TAJI (Matanya Menatap Pisau Di Tangan)
Aku tidak menyangka kalau sekarang jadi begini penting dan di butuhkan. Padahal sudah lama kita lupakan benda ini. Bagaimana bisa masih kau simpan pisau ini?
HANUM
Tidak laku di jual.
TAJI
Buang.
HANUM
Sudah dulu.
TAJI
Lalu?
HANUM
Aku ambil kembali.
TAJI
Kenapa?
HANUM
Karena aku tidak mau kita tidak punya pisau.
TAJI
Tapi kita sudah buktikan kita bisa tidak punya pisau?
HANUM
Tidak malam ini.
SUARA GEDORAN PINTU KEMBALI TERDENGAR. LAMPU BERUBAH CEPAT KEMBALI. MEREKA MAKIN TEGANG.
TAJI
Aku kira sekarang saatnya!
HANUM (Tampak Sekali Khawatir)
Tapi aku masih kurang yakin?
TAJI (Menguatkan Diri)
Aku tidak!
HANUM
Kejadian yang di alami Pak Arif dulu itu, apa masih ingat?
TAJI
Siapa?
HANUM
Tetangga empat rumah dari tempat kita ini. Yang di sebelah kiri.
TAJI
Dia tidak seperti kita.
HANUM
Memang dia tidak miskin seperti kita, tapi cerita orang-orang di luar sana tentang peristiwa Pak Arif itu sangat mirip dengan apa yang sedang kita alami malam ini. Pada malam kejadian itu, isterinya bilang Pak Arif juga memegang pisau di tangannya.
TAJI
Kalau begitu sekarang ini aku sedang melakukan tindakan yang tepat!
HANUM
Belum tahu.
TAJI (Memperlihatkan Kepada Hanum)
Tapi pisau ini?!
HANUM
Pagi hari setelah malam kejadian itu orang-orang menemukan Pak Arif juga dengan pisau. Tapi pisau miliknya itu sudah tertancap di dadanya sendiri.
TAJI
Pisau yang baik dan bagus tentunya?
(MENARIK NAFAS)
HANUM
Bukan soal lagi baginya pisau itu baik dan bagus atau tidak kalau sudah seperti itu.
TAJI
Tapi Pak Arif itu orang kaya. Tentunya ada alasan buat perampok itu membunuhnya? Begitu juga sebaliknya.
HANUM
Merampok, ya merampok.
TAJI
Selalu ada alasannya.
HANUM
Kita tidak kaya seperti Pak Arif.
TAJI
Itu! - itu bisa di jadikan alasan buat merampok kita!
HANUM (Tidak Mengerti)
Kita tidak kaya seperti Pak Arif?
TAJI
Karena kita miskin. Mungkin itu yang di jadikan alasan untuk merampok kita malam ini? Bisa saja kita sudah di anggap menghambat atau merusak nafsu dan kegemarannya merampok?
(Diam)
Tanpa kita sadari selama ini, ternyata kemiskinan kita sudah mengganggu mereka.
HANUM
Tapi selama ini tetangga-tetangga kita yang tidak miskin seperti kita mereka tidak pernah protes kepada kita?
TAJI
Tidak mau. Mereka tidak akan membuang-buang energi percuma. Karena mereka tahu kita tidak akan mampu pergi dari kemiskinan ini.
HANUM (Menduga)
Kalau begitu? Selama ini tetangga-tetangga kita itu....?
TAJI (Meneruskan Fikiran Hanum)
Sekarang saja, malam ini tidak satu pun dari mereka yang mau keluar rumah buat perduli sama kita. Mereka sebenarnya sudah lama terganggu dengan kemiskinan kita ini.
HANUM (Berfikir. Agak Berprasangka)
Mereka semua itu? Jadi....?
TAJI (Yakin)
Sekongkol sudah dengan perampok yang di luar itu. Mereka sengaja membiarkan bahkan mungkin membayar perampok itu buat melenyapkan kita!
HANUM
Tetapi tetangga kita yang di sebelah kanan depan sana, dia komandan polisi?
TAJI
Jarang ada di situ. Itu cuma rumah wanita simpanannya.
HANUM
Tapi dia pernah menolong kita.
TAJI
Waktu itu dia cuma menolong dirinya sendiri.
HANUM
Dia Polisi.
(TERDENGAR LEBIH DI TEKAN MENGUCAPKANNYA)
TAJI
Dia cuma maling berseragam Polisi.
HANUM
Lalu Pak Darmat? Bagaimana? Dia Kiai.
TAJI
Kalau pergi ke masjid tidak pernah mau lewat jalan di depan rumah kita.
HANUM
Tapi apa mungkin? Pak Darmat itu Kiai juga Haji.
TAJI
Kiai Haji itu manusia juga.
HANUM
W i r y o!
TAJI
Cuma jagoan kampung!
HANUM
Tapi apa salah kita?
TAJI
Miskin!
HANUM
Bukan salah kita kalau tidak kaya seperti mereka. Lagi pula apa salah kita kepada mereka kalau kita miskin?
Kenapa mereka harus merasa terganggu dengan kemiskinan kita? Lagi pula apa salahnya kalau kita miskin? Aku saja tidak pernah merasa terganggu dengan ketidak miskinan mereka? Memang aku pernah merasa iri kepada mereka, tapi itu dulu. Dan itu cuma sekedar iri? Setiap orang kan punya hak untuk merasa iri.
TAJI
Tidak dengan kita.
HANUM
Jadi orang miskin sekarang tidak punya hak lagi untuk merasa iri?
TAJI
Kita sudah terlalu miskin.
HANUM
Itu juga bukan hak kita?
TAJI (Lebih Kepada Dirinya Sendiri)
Sekarang ini jadi orang miskin sangat berbahaya!
HANUM
Aku takut, Pak.
TAJI
Kita sendirian sekarang.
UNTUK BEBERAPA SAAT MEREKA SIBUK DENGAN FIKIRANNYA MASING-MASING. HANUM TAMPAK MULAI MENANGIS. SEMENTARA TAJI KELIHATAN MAKIN BINGUNG. SAMPAI SUARA GEDORAN PINTU KEMBALI TERDENGAR. SUASANA JADI SEMAKIN TEGANG. LAMPU BERUBAH-UBAH WARNA KADANG MENGESANKAN TAJI YANG MARAH, KADANG MENGESANKAN TAJI YANG BINGUNG. GEDORAN PINTU SEMAKIN KERAS DAN SERING. HANUM TAMPAK TERSIKSA SETIAP KALI SUARA GEDORAN PINTU TERDENGAR.
HANUM (Menutup Telinganya)
Aku takut sendirian, Pak.
TAJI
Kita terlalu miskin sekarang.
HANUM (Menutup Telinganya)
Aku takut terlalu miskin, Pak.
TAJI (Mengarahkan Pisau Ke Arah Pintu)
Kita tidak punya hak sekarang.
HANUM (Menutup Telinganya)
Aku takut tidak punya hak. Pak.
TAJI (Mengarahkan Pisau Ke Arah Pintu)
Kita mau di lenyapkan sekarang.
HANUM (Menutup Telinganya)
Aku tidak mau di lenyapkan, Pak.
SUARA GEDORAN PINTU SEMAKIN KASAR. TAJI HENDAK BERGERAK MAJU DARI TEMPATNYA SEMULA.
TAJI
Kita harus lawan ini!
HANUM (Cepat- Mencegah)
Pak Arif juga melawan waktu itu.
TAJI (Tertahan)
Kata orang?
HANUM
Isterinya yang bilang.
TAJI (Lebih Kepada Dirinya Sendiri)
Tapi, Pak Arif lebih tua dari aku.
HANUM
Waktu kejadian malam itu, umur Pak Arif sama dengan umur Bapak sekarang.
TAJI MENGGESER MEJA YANG ADA DI RUANGAN ITU LALU DI HADANGKAN KE BALIK PINTU. SEKARANG SUDAH ADA KURSI DAN MEJA YANG DI JADIKAN PENGHALANG PINTU RUMAH. HANUM KELIHATAN SEMAKIN TERSIKSA. TANGANNYA SESEKALI DI LEPASKAN DARI TELINGANYA, TAPI KEMUDIAN DI TEMPELKAN KEMBALI MENUTUP TELINGANYA SETIAP KALI DIA SADAR AKAN ADA SUARA GEDORAN PINTU. TAJI TAMPAK SEMAKIN BINGUNG, UNTUK KEMUDIAN KELIHATAN DIA BERUSAHA MEMUNCULKAN KEBERANIAN DARI DALAM DIRINYA, TAPI APA YANG DI HARAPKANNYA ITU TETAP DIA RASAKAN TIDAK ADA. GEDORAN PINTU SEMAKIN KERAS. TAJI MEMAKSAKAN KAKINYA AGAR MELANGKAH MAJU SEDIKIT LEBIH DEKAT DENGAN PINTU. KELIHATAN DIA BERJUANG KERAS UNTUK MELAKUKANNYA. HANUM MEMPERHATIKAN PERJUANGAN TAJI, JUGA DENGAN TANGAN YANG MAKIN KERAS DAN RAPAT MENUTUP TELINGANYA.
TAJI (Dengan Nafas Tertahan)
Biar aku lihat lewat jendela.
HANUM (Naik Ke Atas Tempat Tidur)
Jangan terlalu dekat!
TAJI (Setelah Beberapa Saat)
Aneh? Tiba-tiba pemandangan di luar sana jadi asing buatku?
HANUM
Bagaimana?
TAJI
Kau lupa memasang lampu?
HANUM
Tidak pernah.
TAJI
Gelap diluar.
HANUM
Sudah lama sekali aku tidak pernah lagi memasang lampu di situ.
TAJI
Seharusnya kau pasang lampu sebelum gelap tadi.
HANUM
Tidak ada lagi lampu untuk di pasang di situ.
TAJI
Aku tidak bisa melihat apa-apa yang ada di luar sana.
HANUM
Perampok itu?
TAJI
Tanah saja tidak bisa aku lihat.
HANUM
Bayangannya barangkali? Dapat?
TAJI
Cuma gelap.
HANUM
Biasanya bulan ada di sana kalau sudah malam begini?
TAJI
Tidak malam ini.
HANUM
Biasanya dia letakan sedikit cahayanya di situ. Seperti tahu kalau aku sudah tidak pernah lagi memasang lampu. Tapi malam ini kenapa dia? Apa bulan juga sekarang sudah merasa terganggu dengan kemiskinan kita? Ini tidak adil! Tidak benar! Tidak benar!
TAJI
Cuma itu hak kita sekarang.
HANUM
Ketidak adilan?
TAJI
Selama ini tidak kita sadari ternyata?
HANUM
Kita sudah terbiasa menerimanya, itu soalnya.
TAJI (Melihat Kepada Hanum Dengan Iba)
Kamu benar. Kita sudah terlalu lama menempati kemiskinan dan ketidak adilan.
HANUM (Menatap Taji Dengan Haru Lalu Menangis)
Sudah. Jangan di teruskan. Aku tetap mencintaimu, Pak....
TAJI
Aku bukan suami yang baik. Bukan pada tempat yang menyengsarakan seharusnya kamu berada selama ini.
HANUM (Masih Menangis)
Sudah, Pak.... Jangan di teruskan, sudah. Bapak sudah memberikan banyak buatku. Bahkan sekarang aku sudah tidak tahu lagi apa itu kesengsaraan.
TAJI
Kamu terlalu lama sudah, Bu.
HANUM (Makin Haru. Menangis)
Tidak, Pak. Tidak ada yang terlalu lama. Bukan kesalahan bapak...
TAJI (Sebelum Memalingkan Wajahnya)
Maafkan aku, Bu.
UNTUK BEBERAPA SAAT KEMBALI MEREKA TIDAK BERKATA-KATA. CUMA SUARA ISAK TANGIS HANUM DAN BUNYI DETAK JARUM JAM YANG TERDENGAR DI RUANGAN ITU. TANPA DI SADARI SUASANA INI MEMBAWA TAJI TERDUDUK DI KURSI DENGAN KEPALA TERTUNDUK KE LANTAI. HANUM BERGERAK PERLAHAN MENDEKATI TAJI LALU MEMELUKNYA DARI BELAKANG. TAJI HANYA MENATAP KOSONG KE ARAH PENONTON. AIR MATANYA MEMAKSA KELUAR.
HANUM (Tahu Ada Air Mata Yang Mau Keluar )
Biarkan, Pak.
TAJI (Matanya Kepada Penonton)
Aku tidak akan menangis.
HANUM (Menghibur)
Pak Arif juga menangis pada malam kejadian itu.
TAJI (Matanya Kepada PenonTON)
Lelaki tidak menangis.
HANUM (Menghibur)
Isterinya yang bilang.
TAJI (Matanya Kepada Penonton)
Tidak dengan aku. Tidak akan.
HANUM (Menghibur)
Aku tahu.
UNTUK BEBERAPA SAAT MEREKA DIAM, TAPI ADA AIR MATA PADA TAJI.
TAJI (Berbalik Menatap Hanum)
Sudah berapa lama kita menikah?
HANUM
Lama.
TAJI
Sudah selama itu? Jadi kalau benar sekarang? Segalanya selesai sudah malam ini. Itu artinya tidak ada yang akan mengingat kita.
HANUM (Menghibur Lagi)
Tidak, Pak. Orang-orang sampai tadi sore masih mengingat Pak Arif.
TAJI (Kembali Matanya Kepada Penonton)
Tidak dengan aku.
HANUM (Menghibur)
Mereka pasti akan ingat.
TAJI (Matanya Kepada Penonton)
Selamanya tidak akan ada. Tidak akan ada.
HANUM (Menghibur)
Isterinya Pak Arif bilang ....
TAJI (Cepat- Memotong)
Pak Arif dan Isterinya punya tiga anak. Ada nama Arif di belakang nama mereka.
HANUM (Tersentak. Diam. Sebelum Akhirnya Kembali Menangis Lalu Bergerak Menjauhi Taji Kembali Ke Tempatnya Semula)
Selamanya tidak akan ada. Tidak akan ada....
TAJI (Lebih Kepada Dirinya Sendiri)
Orang-orang itu? Orang-orang lain itu? Mereka tidak mungkin mau repot-repot mengingat kita. Orang seperti kita memang tidak pantas untuk di ingat. Apa lagi oleh orang-orang itu. Mereka sudah terbiasa untuk tidak melihat orang seperti kita. Buat mereka semua yang pantas untuk di lupakan ada pada orang seperti kita. Tidak ada sedikit pun tempat di kepala mereka untuk mengingat kita. Bahkan mungkin tadi pagi pun mereka sudah tidak ingat lagi siapa kita?
HANUM
Sudah lebih dari tiga puluh tahun ini memang, tidak ada lagi tetangga yang menegur kita. Kalau kita coba menegur mereka lebih dulu, mereka cepat-cepat mencari cara seolah-olah kita tidak sedang ada di dekat mereka. Padahal seharusnya mereka melihat kita. Paling tidak kepada Bapak?
TAJI (Jauh)
Mereka belum ada waktu itu.
HANUM
Orang-orang tua mereka? Ibu-ibu mereka? Ayah-ayah mereka? Nenek mereka? Kakek mereka? Negeri mereka?
TAJI
Negeri ini tidak berhutang apa pun kepadaku.
HANUM
Tapi Bapak di sana waktu Negeri ini ....
TAJI (Cepat- Memotong)
Aku ikhlas.
HANUM
Bahkan bintang jasa seperti mereka yang lain-lain terima itu pun Bapak tidak dapat. Padahal Bapak yang paling pantas di bandingkan mereka semua itu? Kenapa justeru Bapak yang di lupakan?
TAJI
Negeri ini sudah di lumpuhkan mereka.
HANUM
Negeri ini tidak. Tapi kita.
TAJI
Negeri ini di paksa untuk tidak menerima kita.
HANUM
Tapi di luar negeri ini kita masih di kenal.
TAJI
Karena sering di jual.
HANUM
Tapi kita masih hidup?
TAJI
Tidak bagi mereka.
HANUM
Kejam!
TAJI
Kita sudah lama mati buat mereka.
HANUM
Tidak punya hati!
TAJI
Sudah lama mati.
HANUM
Tidak punya perasaan!
TAJI
Sudah lama mati.
HANUM
Tidak punya moral!
TAJI
Sudah. Jangan memaki.
HANUM
Mereka bukan manusia!
TAJI
Kita yang bukan manusia.
HANUM
Apa susahnya untuk punya hati, punya perasaan, dan moral? Kita saja yang miskin bisa memiliki itu? Mereka kaya!
TAJI
Tidak bisa menjaganya.
HANUM
Aku tidak mau jadi mereka.
TAJI
Jangan.
HANUM
Tapi aku juga tidak mau di jual?
TAJI
Mereka bisa melakukan apa saja pada kita.
HANUM
Kenapa harus kita? Kenapa bukan yang lain?
TAJI
Kita inilah yang lain.
HANUM
Tidak. Masih banyak yang lain.
TAJI
Kita ini yang masih banyak itu.
HANUM
Ternyata mereka yang miskin selama ini? Itu sebabnya mereka tidak mampu memilikinya.
TAJI
Kasihan mereka.
HANUM (Setelah Diam Sesaat. Ikhlas)
Aku maafkan mereka.
TAJI
Kasihan mereka. Tidak tahu bagaimana seharusnya berperasaan.
HANUM (Ikhlas)
Aku maafkan mereka.
TAJI
Kasihan mereka. Tidak tahu bagaimana seharusnya berhati.
HANUM (Ikhlas)
Aku maafkan mereka.
TAJI
Kasihan mereka. Tidak tahu bagaimana seharusnya bermoral.
HANUM (Ikhlas)
Aku maafkan mereka.
TAJI
Kasihan mereka. Aku maafkan mereka.
SUASANA DIAM SESAAT. TIDAK ADA SUARA LAIN KECUALI BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM. TAJI MEMANDANGI PISAU YANG ADA DI TANGANNYA. LAMPU BERUBAH WARNA KEMBALI, CAHAYA MENGESANKAN HANYA AKIBAT DARI NYALA LAMPU MINYAK SAJA.
HANUM (Meminta Pisau Yang Di Pegang Taji)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI (Setelah Memberikan Pisau Kepada Hanum)
Kalau terjadi sesuatu padaku....
HANUM (Cepat. Memotong)
Tidak akan terjadi sesuatu apa padamu.
TAJI (Memberi Pengertian)
Demi keselamatanmu, sebaiknya....
HANUM (Cepat- Memotong)
Tidak. Aku tetap di sini bersamamu, Pak.
TAJI (Memohon Pengertian)
Bu?
HANUM
Aku membantahmu, Pak.
TAJI (Menatap Dalam. Dengan Sabar)
Aku suami mu.
HANUM (Dengan Hati)
Kau suami ku.
TAJI (Tersenyum)
HANUM (Tersenyum)
HANUM MELETAKKAN PISAU. UNTUK SEMENTARA MEREKA BERDUA SEPERTI MENEMUKAN KEMBALI SESUATU MILIK MEREKA YANG LAMA HILANG. TAJI MENGHAMPIRI HANUM LEBIH DEKAT. SENYUM MEREKA KELIHATAN MAKIN IKHLAS. MEREKA MASING-MASING SEPERTI TERSADAR KALAU DULU MEREKA MEMANG TELAH MENGAMBIL KEPUTUSAN YANG TEPAT. KEMBALI TIDAK ADA SUARA, CUMA HATI MEREKA. BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM SEPERTI MEMBAWA MEREKA MUNDUR KE MASA YANG LAIN.
HANUM (Tersipu)
Aku malu....
TAJI (Menempelkan Tangan Hanum Di Dadanya)
Masih aku simpan sampai sekarang.
HANUM (Malu)
Kau nakal.
TAJI (Menggoda)
Kau masih belum tahu apa-apa waktu itu.
HANUM (Malu- Mencubit Pinggang Taji)
Dasar lelaki brengsek
TAJI (Menggoda)
Aku tahu kau berusaha menutupi perasaanmu malam itu.
HANUM (Malu-Manja)
Kau permainkan aku! Mestinya aku tolak malam itu.
TAJI (Senyum)
Setelah malam itu, aku tahu kau tidak bisa lagi jauh dari aku.
HANUM (Tersenyum. Semakin Malu)
Jangan sombong. Tidak ada yang bilang begitu.
TAJI (Menggoda)
Kalau tidak karena sinar matahari yang mengganggu kita lewat jendela kamarmu waktu itu, belum tentu kau minta aku pergi waktu itu.
HANUM (Malu)
Lelaki memang tidak bisa menyimpan rahasia.
TAJI
Kenapa kau biarkan aku malam itu?
HANUM (Cemberut- Manja)
Kau lupa sudah merayu aku?
TAJI (Menggoda)
Bukan.
HANUM
Kau pandai membujuk aku.
TAJI (Menggoda)
Bukan.
HANUM
Aku masih belum tahu apa-apa waktu itu. Tadi kau yang bilang?
TAJI (Menggoda)
Bukan.
HANUM (Menyerah)
Sudah, sudah. Jangan menggoda aku terus. Kau sendiri tahu kenapa.
TAJI TAMPAK TERSENYUM. HANUM MAKIN MALU DI BUATNYA. PADA MATA MEREKA NAMPAK ADA PERISTIWA. LAMPU PENTAS KEMBALI BERUBAH WARNA. MEREKA MENIKMATI BULAN MADU YANG TIBA-TIBA LEWAT TIDAK TERDUGA MALAM INI.
BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM JELAS MAKIN TERDENGAR. SAMPAI TAJI MENANYAKAN PADA HANUM HAL YANG LAIN.
TAJI
Kenapa kau teruskan? Orang tua mu menolak aku.
HANUM
Aku tidak menolak mu.
TAJI
Tapi mereka membuang mu akhirnya.
HANUM
Tidak. Aku yang pergi.
TAJI
Mereka tidak mau lagi kau ada di sana.
HANUM (Menekan Tangannya Ke Dada Taji)
Tempat ku disini.
TAJI (Tersenyum)
Kau tahu aku mencintai mu.
HANUM (Menyandarkan Kepalanya Ke Dada Taji Lalu Bicara Perlahan Memberi Tahu)
Aku tahu kau takdir ku.
TAJI (Tersenyum Ikhlas)
Aku tahu kau takdir ku.
HANUM
Tidak pernah aku sesali keputusan yang aku ambil dulu.
TAJI (Mengingatkan Lagi)
Kau masih belum tahu apa-apa waktu itu.
HANUM
Tidak. Aku tahu waktu itu. Aku berikan pada lelaki yang tepat malam itu.
TAJI
Kau jatuhkan keputusanmu kepadaku waktu itu.
HANUM (Membalas-Senyum)
Aku sudah tahu apa-apa waktu itu.
TAJI
Aku kangen.
HANUM
Tidak perlu. Kita selalu ada di sana setiap waktu.
TAJI
Jangan pernah selain aku.
HANUM
Cuma kau yang ada di sana sepanjang waktu.
TAJI
Kita di sana sepanjang waktu.
HANUM (Meyakinkan Taji)
Tidak akan mau aku di sana kalau tidak kau.
TAJI
Sudah aku dapatkan anugerah terbesarku dari Yang Kuasa.
HANUM
Aku syukuri selamanya.
GEDORAN PINTU TIBA-TIBA TERJADI LAGI. HANUM DAN TAJI TERSADAR KEMBALI. CEPAT HANUM MENUTUP TELINGA DENGAN TANGANNYA. TAJI REFLEK MENGAMBIL LAGI PISAU YANG TADI DI LETAKAN HANUM. SUASANA CEPAT BERUBAH LAGI. LAMPU PENTAS WARNA LAIN.
TAJI (Lebih Yakin Dari Sebelumnya)
Betul, mereka semua ini. Tidak aku sangka rapih sekali.
HANUM (Mengerti)
Kau sudah di paksa dulu! Di penjarakan tidak dengan pengadilan. Lalu apa lagi sekarang?
TAJI
Tidak berani mereka pergi dari mencurigai ku.
HANUM
Kau sudah di korbankan.
TAJI
Pengkhianat itu di mana-mana sama saja.
HANUM
Belum lagi di pulihkan yang dulu itu.
TAJI (Tersenyum Sinis)
Dengan seorang tua saja mereka takut.
HANUM (Takut)
Kau sudah maafkan mereka. Ingat Pak...
SUASANA DIAM SESAAT. KOSONG. HANYA MATA MEREKA YANG BICARA KEMBALI. TAPI KALI INI JAUH MELEWATI FIKIRAN MEREKA MASING-MASING. SAMPAI KEMUDIAN DI PECAHKAN OLEH SUARA TAJI.
TAJI (Memandangi Pisau Di Tangannya Lalu Kembali Kepada Fikiran Yang Tadi-Tersenyum)
Masih tajam rupanya.
HANUM (Takut)
Sudah lama kau tidak mengasahnya....
TAJI (Kepada Dirinya)
Yang tajam tidak akan pernah tumpul.
HANUM (Takut)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI (Kepada Dirinya)
Seharusnya memang terus aku gunakan.
HANUM (Takut)
Biar aku simpankan kembali.
HANUM MENATAP TAJI. SEMENTARA TAJI KAKU MENGHADAPI PINTU. BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM KEMBALI TERDENGAR, MULA-MULA JAUH UNTUK KEMUDIAN MAKIN LAMA TERDENGAR JELAS.
BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM ITU SEPERTI BATANG-BATANG JARUM YANG BERJATUHAN DARI ATAS MENUSUK-NUSUK KEPALA MEREKA. HANUM KELIHATAN BERUSAHA MENAHAN KE TERSIKSAANNYA. TAJI MASIH TETAP BERDIRI KAKU MENGHADAPI PINTU. TAPI KALI INI JUSTERU TAJI YANG KELIHATAN LEBIH TERSIKSA. TANGAN TAJI YANG MENGGENGGAM PISAU TAMPAK MULAI GEMETAR. TAJI MULAI BASAH OLEH KERINGAT. EKSPRESINYA LAIN.
TAJI
Sudah selesai diam ku sekarang.
HANUM (Takut)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI
Kita tidak boleh di rampok lagi.
HANUM (Takut)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI
Mereka yang harus bayar sekarang. Aku sudah cukup sabar. Harus aku ambil hak aku sekarang. Biar mereka tahu siapa yang pengkhianat? Siapa yang mereka lawan seharusnya? Mereka harus tahu diri, siapa yang menjadikan mereka seperti sekarang? Kalau saja mereka sadar? Mereka tidak tahu apa-apa selama ini. Mereka fikir siapa aku? Tidak tahu sopan-santun! Karena aku mengikuti perintah tugas ku dulu lalu selamanya aku di anggap berbahaya? Aku tidak pernah berniat jadi tukang teriak-teriak untuk menyeret yang lain. Aku bukan pelacur pengecut! Aku masih tetap pada sumpah ku. Kalau aku mau sudah dari dulu aku bongkar semua! Sekarang mereka mau mulai lagi. Baik. Aku layani! Selamanya aku bukan yang mereka kira selama ini. Kalau aku diam selama ini juga karena permintaan mereka. Tetapi tetap saja mereka gelisah, itu di tunjukan dengan tindakan mereka selama ini. Selalu saja mereka tutupi kerakusan mereka dengan mengungkit-ungkit masa lalu aku. Tahu apa mereka semua? Tahu apa perakus-perakus itu? Benar-benar tidak punya moral! Gerombolan para bajingan pelahap yang haram! Generasi durhaka...!
TAJI KELIHATAN KELELAHAN. SEMENTARA WAKTU TAJI BICARA PANJANG TADI, HANUM BOLAK-BALIK MEMERIKSA JENDELA YANG ADA DI DALAM RUANGAN APAKAH MASIH ADA YANG TIDAK TERTUTUP RAPAT. HANUM KELIHATAN BERUSAHA MEYAKINKAN DIRINYA SENDIRI BAHWA TIDAK ADA ORANG LAIN YANG MENDENGAR TAJI BICARA PANJANG TADI.
HANUM KEMUDIAN TAMPAK MENGAMBIL SELEMBAR HANDUK LALU MENGELAP KERINGAT LEHER DAN TUBUH TAJI YANG KELELAHAN. SEMENTARA TAJI MASIH TETAP MENGGENGGAM PISAUNYA.
LAMPU PENTAS TIDAK BERUBAH WARNA.
HANUM
Biar aku simpankan kembali.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara)
HANUM (Khawatir-Mengingatkan)
Kita sudah buktikan kita bisa tidak punya pisau.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara)
HANUM (Khawatir-Mengingatkan)
Aku juga sudah memaafkan mereka.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara)
HANUM (Khawatir-Mengingatkan)
Kasihan mereka.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara)
HANUM (Khawatir-Mengingatkan)
Aku sudah tidak iri lagi.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara, Tapi Agak Menatap HaNUM)
HANUM (Sabar)
Ya. Aku mengerti.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara, Tapi Agak Menatap HanUM)
HANUM (Sabar)
Tidak. Kita bukan seperti yang mereka tuduhkan.
TAJI (Cuma Matanya Yang Bicara, Tapi Agak Menatap Hanum)
HANUM (Sabar)
Iya, iya... Mereka cuma menjalankan perintah. Seperti anak-anak kecil yang mendapatkan tugas dari guru sekolahnya.
TAJI (Bicara Tapi Tidak Terdengar Penonton)
HANUM (Membimbing Taji Duduk)
Tidak apa-apa, Pak. Kau memang pantas marah. Kau boleh marah kalau memang mau marah. Kau juga bisa diam seperti yang sudah kau perlihatkan selama ini kalau memang kau mau diam.
TAJI (Seperti Bicara Memotong)
HANUM
Ya? Bagaimana?
TAJI (Mengulang)
HANUM (Faham)
Oh.... begitu? Biarkan, Pak. Yang tertidur suatu saat pasti akan terjaga juga.
TAJI (Bicara. Tapi Suaranya Semakin Berat)
HANUM (Memberi Pengertian)
Tidak, Pak. Memang bukan kita yang bisa membangunkannya. Tapi waktulah yang pasti akan melakukannya.
TAJI (Membantah. Kelihatan Tidak Yakin-Curiga)
HANUM (Lebih Sabar)
Sang waktu tidak akan berfihak kepada siapa pun, Pak. Tidak juga kepada mereka. Jangan khawatir.
TAJI (Masih Tidak Yakin)
HANUM (Meneruskan)
Selama ini memang lambat sekali dia berputar kalau sedang bersama kita. Tapi dia masih tetap menghampiri kita. Paling tidak Itulah bukti kalau dia tidak pernah bisa di pengaruhi oleh mereka.
TAJI (Menanyakan Sesuatu Kepada Hanum)
HANUM (Tersenyum)
Tidak, Pak. Justeru aku memiliki segalanya yang kau berikan selama ini. Kita tidak semiskin seperti yang mereka kira? Kau tidak usah memikirkan soal itu. Aku tidak pernah merasa tersengsarakan selama ini bersama mu, Pak.
TAJI (Dengan Ekspresi Lain)
HANUM (Meyakinkan Taji)
Aku isterimu, Pak. Tuhan tahu ketika Dia berikan nafas kepadaku, itu untuk aku percayakan kepadamu. Dan kau sudah menjaganya dengan baik.
SENYUM PAHIT
TAJI (Kelihatan Sedikit Tenang)
HANUM
Kau suamiku.
UNTUK SEMENTARA HANUM BERHASIL MENENANGKAN TAJI. ATAU SEBALIKNYA JUSTERU HANUM BERHASIL MENENANGKAN DIRINYA SENDIRI. BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM KEMBALI TERDENGAR NORMAL. HANUM MEMBERIKAN AIR KEPADA TAJI.
TAJI MEMINUM AIR YANG DI BERIKAN HANUM DENGAN PISAU YANG MASIH TETAP TERGGENGGAM DI TANGANNYA. HANUM MEMANDANGINYA DENGAN IBA. MATA HANUM BERBICARA. KEMUDIAN HATINYA BERSUARA.
HANUM
Sekian lama aku menjaganya jangan sampai dia mengalami suasana hati seperti ini. Tapi malam ini tidak tahu kemana harus aku sembunyikan hatinya? Aku mencintainya, teramat sangat mencintainya. Malam ini tidak boleh ada yang mengambilnya. Siapapun saja. Apapun saja. Biarkan aku, biarkan aku....
(Diam Sesaat)
Dia masih tetap suamiku seperti yang dulu. Aku mau dia masih harus merayuku setiap malam sebelum hawa dingin akhirnya mengingatkan kami untuk segera tidur.
(Hanum Mulai Menangis)
Aku masih terus mau dia pandangi aku kalau tidak bisa memberikan uang belanja dapur kepada ku
(Diam)
Matanya.... tidak bisa aku tanpa matanya yang bicara setiap dia merasa iba kepada ku.
Tidak! Tidak apa pun yang boleh mengambilnya dari aku! Biarkan aku saja. Aku saja. Dia sudah pergi dulu. Dia di paksa pergi dulu. Sekarang dia tidak boleh pergi lagi.
Entah bagaimana dia tanpa aku? Tidak boleh lagi ada yang membawanya pergi sekarang. Tidak. Tidak juga dirinya sendiri. Biarkan aku saja. Aku saja. Dia sudah di buang oleh negeri ini. Negerinya sendiri. Negeri yang ikut dia bantu waktu lahir dulu. Sekarang kesombongan dan kebodohan bangsanya sendiri yang melumpuhkannya. Dia tidak bisa pergi kemana-mana sekarang. Dia memang cuma bisa pergi kepada ku.
(Meletakan Tangan Taji Ke Dadanya)
Tempatnya di sini.
TAJI (Tampak Pasrah. Pisau Di Tangannya Mulai Lemah Ia Genggam)
HANUM (Kepada Taji)
Biar aku simpankan kembali.
TAJI (Membiarkan Pisau Di Ambil Hanum Dari Tangannya. Sekarang Pisau Ada Pada Tangan Hanum )
HANUM (Meraih Kepala Taji Lalu Di Dekapkan Ke Dadanya. Hanum Berusaha Menenteramkan Taji Lebih Lagi)
Suamiku. Kau suamiku. Selamanya.
TAJI (Tampak Seperti Menemukan Sesuatu. Damai)
HANUM (Masih Menangis)
Biarkan aku saja, aku saja....
GEDORAN PINTU TIBA-TIBA. SUARANYA LEBIH KERAS. MAKIN LAMA MAKIN BRUTAL. KALI INI SUARA GEDORAN MENGESANKAN LEBIH DARI SATU ORANG YANG MELAKUKANNYA.
PADA PERISTIWA INI SEBAIKNYA LAMPU DI ATUR TERBAGI DUA. HANYA MENYINARI KEPADA DUA TOKOH YANG SEDANG BERMAIN DAN YANG MENGARAH KE PINTU SAJA. SEMENTARA YANG MENERANGI BAGIAN PANGGUNG LAIN DI PADAMKAN.
SUASANA KEMBALI TEGANG. BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM MAKIN CEPAT TEMPONYA. KEMUDIAN SUARA KERETA LEWAT CEPAT. LALU SUARA LANGKAH-LANGKAH KAKI TERBURU-BURU. HANUM KELIHATAN BERJUANG KERAS MENENTERAMKAN TAJI SAMBIL TETAP MENDEKAPKAN KEPALA TAJI KE DADANYA. MEREKA TIDAK BERSUARA.
TAJI (Matanya Saja)
HANUM (Matanya Saja)
TAJI (Menatap Hanum-Kemudian Memejamkan Matanya)
HANUM (Menatap Taji-Melihat Ke Arah Pintu-Kemudian Kepada Penonton-Lalu Air Matanya Jatuh)
Dia suamiku. Biarkan aku saja. Aku saja....
LAMPU GELAP PADA TAJI DAN HANUM. UNTUK KEMUDIAN DI ATAS PANGGUNG HANYA PINTU YANG TERUS DI GEDOR-GEDOR DENGAN BRUTAL YANG MASIH BISA DI LIHAT OLEH PENONTON. SEMAKIN LAMA BERTAMBAH KASAR. SAMPAI LAMPU PERLAHAN MENYUSUT JADI REMANG. KEMUDIAN PINTU YANG DI GEDOR PUN AKHIRNYA TERDOBRAK JUGA- BERBARENGAN DENGAN PADAMNYA LAMPU PADA PINTU. PANGUNG GELAP SAMA SEKALI. CUMA BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM MEMENUHI RUANGAN. MAKIN LAMA TEMPONYA TERDENGAR SEMAKIN CEPAT. SAMPAI TIBA-TIBA HILANG MENDADAK. PANGGUNG SEPI. TIDAK SATU PUN BUNYI. TIDAK SATU PUN. TIDAK SATU. TIDAK.
BAGIAN KE DUA
SEBELUM LAMPU MENYALA KEMBALI SEBAIKNYA BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM TIDAK DI PERDENGARKAN TERLEBIH DAHULU.
PADA BAGIAN KE DUA SANDIWARA INI PENONTON AKAN MENDAPATKAN PANGGUNG YANG MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANGAN DALAM DARI SEBUAH RUMAH YANG SAMA YANG ADA PADA BAGIAN PERTAMA SANDIWARA INI. HANYA SAJA KONDISINYA YANG SUDAH BERUBAH SAMA SEKALI.
KETIKA LAMPU DI ATAS PANGGUNG PERLAHAN-LAHAN MULAI MENYALA KEMBALI, TAMPAK PINTU RUMAH YANG SUDAH TERGELETAK DI LANTAI PANGGUNG, JUGA KURSI DAN MEJA YANG SUDAH TIDAK LAGI BERATURAN BERADA PADA TEMPAT SEBELUMNYA.
TAJI SENDIRIAN REBAH DI LANTAI PANGGUNG DENGAN PISAU YANG BERDARAH TERGGENGGAM DI TANGANNYA.
SEMENTARA HANUM DUDUK DI SALAH SATU SUDUT PENTAS DI BAWAH TEMPAT TIDUR SAMBIL MEMELUK KEDUA LUTUTNYA YANG DI LIPAT KE ATAS DAN MENGGOYANG-GOYANGKAN BADANNYA KE DEPAN KE BELAKANG. BANYAK DARAH DI SEKITAR TAJI TAPI HANYA SEDIKIT PADA PAKAIAN HANUM.
BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM TERDENGAR MAKIN LAMA MAKIN MENDEKAT.
SUASANA PAGI TAPI BELUM TERLALU JADI.
HANUM (kosong. Bicara sendiri)
Selamanya tidak akan ada. Tidak akan ada....
Biasanya bulan meletakan sedikit cahayanya di sana ...
Gelap di luar. Belum tengah malam, belum tengah malam....
DI UCAPKAN BERULANG-ULANG. LAMPU PANGGUNG GELAP PERLAHAN.
BUNYI SUARA DETAK JARUM JAM DI ANTARA DIALOG HANUM.
LALU GELAP SE ISI RUANGAN.
S E L E S A I
0 komentar: